Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto telah divonis 15 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Selain itu, dia dijatuhi hukum denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, uang pengganti sebesar AS$ 7,3 juta dikurangi Rp5 miliar subsider 2 tahun penjara, dan dicabut hak politiknya selama 5 tahun setelah bebas.
Namun, status Setya Novanto masih menggantung di parlemen. Sebab, dia masih tercatat sebagai anggota DPR karena belum ada pergantian antar waktu (PAW) yang menggantikan dirinya. Lantas, bagaimana mekanisme PAW terhadap anggota dewan yang telah divonis bersalah oleh pengadilan, seperti yang menimpa Setya Novanto.
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Sufmi Dasco Ahmad mengaku telah menggelar rapat internal yang salah satunya membahas status Setya Novanto yang masih menjadi anggota DPR meski telah divonis bersalah dalam kasus e-KTP. Dia mengatakan merujuk UU No.2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), pemberhentian anggota dewan yang tersandung kasus hukum dapat dilakukan setelah hukuman memperoleh berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Dia menyadari status hukum Setya Novanto, MKD semestinya mengambil sikap tegas. Sebab, dipandang dari etika anggota dewan, Setya Novanto sudah melanggar etik. Meski begitu, pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah karena putusan pemidanaan Setya Novanto belum berkekuatan hukum tetap.
Pasal 87 ayat (2) huruf c UU MD3 menyebutkan, “dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”
Menurutnya, pasal tersebut sudah jelas, artinya Setya Novanto masih berstatus anggota dewan, meskipun telah diberhentikan sementara. “Sampai inkracht, itu bunyi UU-nya begitu,” kata Sufmi, Rabu (25/4/2018). Baca Juga: Hukuman Maksimal Setya Novanto
Lain halnya bila Partai Golkar menarik Setya Novanto dari keanggotaan DPR. Sebab, faktanya Golkar belum bersikap terkait status keanggotaan Setya Novanto di DPR. Pilihan lain, Setya Novanto mesti mengundurkan diri sebagai anggota DPR. Faktanya, Setya Novanto hanya mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR beberapa waktu lalu. “Sementara kita mengikuti aturan UU yang berlaku,” ujar politisi Partai Gerindra itu.