Begini Cara Cegah Korupsi di Sektor Pertambangan
Utama

Begini Cara Cegah Korupsi di Sektor Pertambangan

Seperti melakukan penataan regulasi, hingga quality audit.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
 Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komisaris Besar (Kombes) Pol Arief Adiharsa saat menjadi narasumber diskusi MIND ID Group Legal Consolidation 2024 di Bali, Kamis (8/8/2024). Foto: MIND ID
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komisaris Besar (Kombes) Pol Arief Adiharsa saat menjadi narasumber diskusi MIND ID Group Legal Consolidation 2024 di Bali, Kamis (8/8/2024). Foto: MIND ID

Sumber daya alam berupa hasil pertambangan yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus dikelola secara dengan optimal, akuntabel dan penuh kehati-hatian demi kepentingan masyarakat luas. Namun dalam praktik tata kelola sektor pertambangan oleh perseroan BUMN, tak sedikit yang tersandung masalah hukum seperti korupsi. Perlunya pola pencegahan korupsi di sektor pertambangan yang terukur.

Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komisaris Besar (Kombes) Pol Arief Adiharsa mengatakan kekayaan SDA yang dimiliki Indonesia mencapai triliunan. Sebagaimana konstitusi mengamanatkan kekayaan dikelola dan digunakan bagi kemakmuran rakyat.

Tapi realitanya pasca merdeka, jumlah penduduk miskin kian banyak. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri. Kebocoran SDA terus terjadi yang berujung terhambatnya pertumbuhan perekonomian nasional. Faktornya akibat maraknya tindak pidana korupsi di berbagai sektor, termasuk pertambangan.

“Tata kelola pertambangan yang buruk menghancurkan hak generasi emas Indonesia,” ujarnya dalam diskusi MIND ID Group Legal Consolidation 2024 di Bali, Kamis (8/8/2024).

Baca juga:

Hukumonline.com

Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis pada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung, Patris Yusrian Jaya saat memberikan pandangannya terkait implementasi business judgement rule di perseroran BUMN. Foto:MIND ID

Dia mengatakan, kejahatan perusahaan di sektor pertambangan memiliki bentuk yang beragam. Sementara korupsi menjadi satu bentuk kejahatan yang paling umum dan merusak. Korupsi di sektor pertambangan bermanifestasi dalam berbagai cara dan modus operandi. Termasuk suap-menyuap, gratifikasi, pemerasan, favoritisme, dan pencucian uang.

Ironisnya berbagai modus kejahatan korupsi itu acapkali difasilitasi oleh kondisi birokrasi yang kompleks, hubungan kekuasaan antara korporasi dan pejabat yang korup. Korupsi di sektor pertambangan dapat menimbulkan tantangan ekonomi, hukum, sosio-politik dan etika bagi perusahaan.

Perwira menengah (Pamen) Polri itu menerangkan, terdapat empat strategi dalam melakukan pencegahan terhadap tindak pidana korupsi di sektor pertambangan. Pertama, penataan regulasi. Menurutnya evaluasi dan penataan tata kelola perusahaan meliputi kepatuhan terhadap peraturan, pengawasan internal yang efektif.

Kemudian transparansi dan pelaporan, kebijakan procurement yang efektif. Selanjutnya etika dan budaya perusahaan, pelatihan dan pertambangan, serta teknologi hingga keamanan data. Kedua, manajemen risiko. Menurutnya, manajemen risiko berdasarkan pada standar ISO 31000 meliputi perencanaan, identifikasi risiko, analisis risiko. Selanjutnya pengendalian risiko, komunikasi dan konsultasi, serta pemantauan dan evaluasi.

Ketiga, effective surveillance. Yakni meliputi pengawasan manajemen, komite kepatuhan, kebijakan dan prosedur, adanya saluran pelaporan whistleblowing efektif. Kemudian adanya perlindungan dan prosedur tindaklanjut. Termasuk teknologi dan sistem pemantauan. Kemudian membuat pelatihan dan edukasi. Serta melakukan pengawasan terhadap dewan direksi. Kemudian melakukan kolaborasi eksternal dan membangun budaya etika kepatuhan terhadap peraturan perundangan.

Keempat, quality audit. Menurutnya, kualitas dalam mengaudit di tingkat internal dilakukan secara rutin untuk memastikan semua proses dan aktivitas perusahaan sesuai dengan peraturan. Kemudian adanya komite khusus yang tugasnya mengawasi kepatuhan terhadap berbagai regulasi di sektor pertambangan. Tak kalah penting, adanya respon implementasi atas hasil Audit.

“Serta adanya sanksi atas setiap pelanggaran,” imbuhnya.

Tantangan

Dia melanjutkan, konsep pertanggungjawaban korporasi setidaknya ada tiga tahap. Pertama, pelaku natural person yang notabene pertanggungjawaban terhadap pribadi melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kedua, pelaku korporasi yang pertanggungjawabannya natural person.  Contohnya menjerat dengan UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Ketiga, pelaku korporasi yang pertanggungjawabannya korporasi. Contohnya menggunakan UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Situasi tersebut menjadi tantangan. Menurutnya kompleksitas dan ketidakpastian operasi korporasi khususnya dalam industri tambang, dan hubungannya dengan birokrasi, menyulitkan upaya deteksi dan penyelidikan pelanggaran korporasi. Malahan acapkali hanya terlihat saat korupsi sudah termanifestasi dan menjadi besar.

“Oleh karena itu diperlukan adanya, bagi korporasi, perlu membangun sebuah strategic early warning system, yang dipandu oleh kepemimpinan dalam korporasi yang kuat dan berintegritas,” ujarnya.

Tak hanya itu, diperlukan pendekatan komprehensif yang mencakup strategi antikorupsi yang ketat. Kemudian praktik penambangan yang transparan dan akuntabel, dan kerangka hukum yang kuat atas pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan.

Dia menerangkan, tantangan dalam mendeteksi mencegah, menyelidiki, dan menuntut korupsi di perusahaan milik negara cukup besar. Namun demikian, tidak berarti tak dapat diatasi. Menurutnya, mengatasi tantangan tersebut membutuhkan pendekatan multi-cabang yang mencakup reformasi hukum, penguatan kelembagaan, dan perubahan budaya.

Baginya, menjadi penting bagi pemerintah, pimpinan perusahaan dan masyarakat sipil untuk berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan yang mendorong transparansi, akuntabilitas, dan integritas. “Hanya melalui tindakan kolektif semacam itu kita dapat berharap untuk mengurangi momok korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan merata,” katanya.

Sementara, Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis pada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung, Patris Yusrian Jaya menyorot praktik business judgement rule (BJR). Menurutnya, prinsip dari BJR terkait dengan menjalankan keputusan aksi korporasi demi kepentingan perseroan.

Tapi praktiknya tak sedikit malah direksi perseroan yang berurusan dengan hukum. Dia menilai, mengelola perusahaan BUMN berbeda dengan perseroan swasta. Menurutnya, perseroan BUMN memiliki banyak aturan. Seperti UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan ujungnya UU Pemberantasan Tipikor.

“Tapi justru dilakukan untuk menjaga kekayaan negara. Karena mungkin 99 persen yang mengelola BUMN mempunyai itikad baik,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait