Beda Sikap KPK dan Penasihat Hukum dalam Vonis Miftahul Ulum
Berita

Beda Sikap KPK dan Penasihat Hukum dalam Vonis Miftahul Ulum

KPK langsung banding putusan Ulum.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Miftahul Ulum mengenakan rompi tahanan. Foto: RES
Miftahul Ulum mengenakan rompi tahanan. Foto: RES

Mantan asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam dua surat dakwaan. Pertama secara bersama-sama dengan Imam Nahrawi dinilai terbukti menerima uang seluruhnya berjumlah Rp11,5 miliar dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy. Ulum dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf a jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kemudian dakwaan kedua juga bersama-sama Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp8,648 miliar yang berasal dari sejumlah pihak sesuai dengan surat dakwaan Pasal 12 B jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Miftahul Ulum Pulungan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata ketua majelis hakim Ni Made Sudani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, melalui sidang telekonferensi yang juga disiarkan langsung di Gedung KPK, Senin (15/6). (Baca: Ada Nama Anggota BPK dan Eks Jampidsus di Tuntutan Asisten Eks Menpora)

Majelis menghukum Ulum dengan pidana penjara selama 4 tahun denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Putusan itu jauh di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Ulum divonis 9 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan selaku operator lapangan aktif suap dan gratifikasi untuk mantan Menpora Imam Nahrawi.

Hakim menyatakan hal yang memberatkan Ulum karena perbuatan yang dilakukannya tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankannya sopan di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, merasa salah, menyesali perbuatan dan berjanji tidak melakukan perbuatan, uangnya sebagian besar dinikmati orang lain dan sebagian kecil yang ia nikmati serta sudah meminta maaf.

Penuntut umum pun langsung menyatakan banding atas putusan tersebut. "Setelah berkoordinasi dengan tim JPU kami ambil sikap untuk banding," kata JPU KPK Ronald Worotikan. Respon ini seakan tidak biasa, sebab biasanya penuntut umum biasanya memilih pikir-pikir setelah majelis membacakan vonis. Sikap banding ataupun terima akan disampaikan melalui juru bicara beberapa hari setelahnya sebelum masa 7 hari selesai.

Sedangkan Ulum menerima putusan tersebut. “Ketetapan Yang Mulia adalah ketetapan Tuhan, saya akan mengikutinya untuk soal hukum biar penasihat hukum saya yang akan bicara," kata Ulum melalui sambungan video conference. Tim kuasa hukumnya menambahkan pihaknya menerima putusan tersebut asalkan tidak ada upaya hukum lain yang dilakukan penuntut umum. (Baca: Begini Fakta Persidangan Dugaan Aliran Uang ke BPK dan Kejagung di Tuntutan Eks Menpora)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait