Bea Keluar Hasil Tambang Tertibkan Kegiatan Ekspor
Utama

Bea Keluar Hasil Tambang Tertibkan Kegiatan Ekspor

Tarif bea keluar bersifat flat bagi 65 jenis hasil tambang, yaitu 20 persen dari Harga Patokan Ekspor yang akan ditetapkan secara berkala.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Kemenkeu terbitkan PMK tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Foto: ilustrasi (Sgp)
Kemenkeu terbitkan PMK tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Foto: ilustrasi (Sgp)

Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 75 Tahun 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Aturan ini sebagai tindak lanjut dari Permen ESDM No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral serta Permendag No. 29 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan.


Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro mengatakan, penetapan bea keluar ini diberikan kepada 65 jenis barang hasil tambang untuk membenahi data ekspor yang selama ini dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). “Sejauh ini pemerintah menilai data ekspor mineral mentah di BPS masih jauh dari angka yang sebenarnya,” katanya saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/5).


Bambang menjelaskan, hingga saat ini data ekspor yang tercatat di BPS tidak sesuai dengan data impor yang tercatat di negara tetangga penerima ekspor mineral. Dia mengatakan, tak menutup kemungkinan telah terjadi kebocoran eskpor mineral yang luput dari pengawasan pihak bea dan cukai. Hal ini menjadi persoalan tersendiri yang harus diperbaiki.


Sebelum adanya pemberlakuan bea keluar ini, Bambang mengakui bahwa eksportir mineral hanya berkewajiban melaporkan kegiatan ekspornya ke Ditjen Bea dan Cukai tanpa adanya pengecekan harga dan volume hasil mineral terlebih dahulu. Kemungkinan terjadinya kebocoran ekspor tambang mineral sangatlah besar.


Untuk itu, penetapan bea keluar dinilai tepat untuk menertibkan kegiatan ekspor di Indonesia serta mengoptimalkan dan menjaga penerimaan negara. Penetapan bea keluar ini hanya berlaku bagi 65 jenis hasil tambang berupa 21 logam, 10 non logam dan 34  batu-batuan. “Bea keluar ini sifatnya flat bagi 65 jenis hasil tambang, yaitu 20 persen dari Harga Patokan Ekspor (HPE) yang akan ditetapkan secara berkala,” ujarnya.


Sementara itu, bagi eksportir yang ingin melakukan aktivitas ekspor tambang mineral mentah, setiap eksportir harus terdaftar di Kemendag dan mendapatkan rekomendasi dari Kementerian ESDM terlebih dahulu. Isi rekomendasi itu berupa ketentuan yang telah ditentukan oleh Kementerian ESDM beberapa saat lalu, salah satunya adalah bukti clean and clear. Tujuannya, lanjut Bambang, agar tidak terjadi tumpang tindih dengan eksportir lain. “Sebelumnya juga akan di verifikasi oleh surveyor kebenarannya,” tegasnya.


Masing-masing eksportir yang sudah tedaftar, sambungnya, wajib melunasi royalty yang akan dikutip oleh Kementerian ESDM. Namun, Bambang menegaskan penetapan bea cukai ini sebagai disinsentif ekspor bukan sebagai penerimaan pajak. Penetapan bea cukai ini juga untuk  menunjang pelaksanaan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).


Terkait Permendag No. 29 Tahun 2012 yang diterbitkan beberapa waktu lalu oleh Kemendag, Direktur Perdagangan Luar Negeri Kemendag Dedi Shaleh mengatakan, sudah ada lima perusahaan tambang yang mendapatkan Eksportir Terdaftar Produk Pertambangan (ET-Pertambangan). Tetapi jika lima perusahaan tersebut ingin mendapatkan izin ekspor pertambangan, mereka harus mendapatkan surat bukti ekspor tambang mineral dari Kementerian ESDM. Salah satu dari lima perusahaan itu adalah PT Antam Tbk. Sedangkan yang lainnya adalah perusahaa swasta.


“Surat bukti eskpor itu menerangkan volume mineral yang diekspor berapa, harganya berapa agar tidak jadi kebocoran serta data yang tidak sesuai lagi,” katanya di acara yang sama.


Hingga saat ini, sambung Bambang, sudah ada 10 perusahaan yang telah mengajukan pengurusan ET-Pertambangan di Kemendag. Sepuluh perusahaan tersebut merupakan rekomendasi dari Kementerian ESDM dan masih berada dalam proses verifikasi di Kemendag.


Pembangunan Smelter


Sejak terbitnya Permen ESDM No. 7 Tahun 2012, sebanyak 126 perusahaan tambang telah menyerahkan proposal perencanaan pembangunan smelter ke Kementerian ESDM. Peningkatan jumlah perusahaan yang berniat untuk membangun smelter di Indonesia merupakan salah satu hal positif yang harus disambut baik.


Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Thamrin Sihite, mengatakan sejak disahkannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, yang mewajibkan setiap perusahaan tambang membangun smelter di Indonesia, hanya tujuh perusahaan yang telah memenuhi hal tersebut. Melihat pergerakan yang lamban dari para pengusaha pertambangan dan meningkatnya jumlah ekspor biji mineral hingga 4000 persen, akhirnya Kementerian ESDM mengeluarkan peraturan pelarangan ekspor.


“Sebelumnya hanya ada 24 perusahaan yang mengajukan proposal pembangunan smelter tetapi sejak Permen ESDM No 7 terbit, hingga saat ini sudah meningkat jumlahnya menjadi 126 perusahaan,” kata Sihite.


Namun, ia menegaskan bahwa keseluruhan proposal tersebut akan dikaji ulang. Pasalnya, jika 126 proposal tersebut dikabulkan, maka akan terlalu banyak pembangunan smelter di Indonesia. Ia khawatir penyerahan proposal ini hanya dijadikan alat untuk dapat melakukan ekspor, sementara kesungguhannya dipertanyakan. “Kita kaji dulu seluruh proposal apakan mungkin dari 126 perusahaan tersebut, ada yang bergabung menjadi satu untuk membangun smelter,” imbuhnya.


Selain itu, peningkatan jumlah proposal perencanaan pembangungan smelter ini juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah untuk menetapkan bea keluar bagi ekspor biji mineral sebesar 20 persen. Kebijakan ini pun dinilai sebagai salah satu alasan perusahaan tambang untuk membangun smelter.


Penetapan bea keluar ini, lanjut Sihite, tentunya akan memberikan dampak positif bagi penerimaan negara. Pasalnya, hal ini menuntut perusahaan tambang untuk tidak melakukan ekspor biji mineral. Melalui pengolahan dan pemurnian yang dilakukan di dalam negeri, akan menaikkan penerimaan negara puluhan kali lipat dari penerimaan hasil ekspor biji mineral. “Untuk biji nikel saja, kalau kita jual hasil olahan di dalam negeri makan penerimaan akan meningkat sebesar 19 kali lipat,” ungkapnya.


Sementara itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu (DJBC) Agung Kuswandono mengatakan, penetapan bea keluar dan adanya larangan ekspor bagi ekportir yang tidak memenuhi syarat akan dipantau terus dilapangan. “Kami akan memantau di lapangan,” katanya.


Agung menegaskan, pihak DJBC akan menjalankan PMK No. 75 Tahun 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar dengan sebaik-baiknya. Selain itu, DJBC akan terus melakukan komunikasi yang intens dengan Kementerian ESDM dan Kemendag untuk mengetahui secara akurat tentang aktivitas ekspor mineral di Indonesia. Selain itu, pihaknya akan mengawasi kegiatan ekspor biji mineral agar semua pelaku usaha dapat mematuhi semua kebijakan ini.


“Yang lebih terpenting lagi, kami akan melakukan pelayanan sebaik-baiknya kepada perusahaan tambang yang akan melakukan aktivitas ekspor,” tegasnya.

Tags: