Bawaslu Usul Ada Norma Sanksi bagi Paslon Pelanggar Protokol Kesehatan
Berita

Bawaslu Usul Ada Norma Sanksi bagi Paslon Pelanggar Protokol Kesehatan

Bawaslu merasa kesulitan menerapkan sanksi administratif karena tidak ada aturan jenis sanksi dalam Peraturan KPU 6/2020 ataupun Peraturan KPU 10/2020.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES

Ketegasan penyelenggara pemilu dalam setiap tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak dipertanyakan sejumlah pihak. Sebab, faktanya sudah banyak pasangan calon serta pendukungnya yang melanggar atau mengabaikan protokol kesehatan dalam tahapan pilkada. Hal ini tentunya menjadi salah satu sebab meningkatkan jumlah kasus positif Covid-19 di Tanah Air.

“Penyelenggara pilkada harus mampu meyakinkan konsep pemungutan suara dapat terlaksana dengan penerapan disiplin protokol kesehatan yang ketat. KPU dan Bawaslu wajib menindak tegas para paslon yang melaksanakan kegiatan tanpa mengindahkan protokol kesehatan,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aziz Syamsuddin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (16/9/2020). (Baca Juga: Melihat Kesiapan KPU dan Bawaslu dalam Pilkada Serentak)

Menurutnya, tindakan tegas penyelenggara pemilu semestinya dimulai sejak tahap sosialisasi hingga pemungutan suara pada 9 Desember 2020 mendatang. Dia memberi contoh saat pendaftaran calon kepala daerah di berbagai daerah menjadi bukti penerapan protokol kesehatan yang dibuat penyelenggara pemilu diabaikan para pasangan calon dan pendukungnya.

“Penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu bersikap tegas. 270 daerah yang bakal menggelar pilkada sangat rawan potensi penyebaran Covid-19 jika protokol kesehatan tak diterapkan secara ketat. Jangan sampai pesta demokrasi ini memunculkan klaster baru Covid-19,” ujarnya mengingatkan.

Anggota Komisi IX DPR Lucy Kurniasari mengingatkan penerapan protokol Kesehatan berlaku bagi penyelenggara pilkada, semua paslon dan pendukungnya, serta pengawas. Mulai kepatuhan menggunakan masker secara benar, menjaga jarak minimal 1 meter, dan rajin membersihkan tangan.

Namun, standar protokol kesehatan itu belum dilaksanakan secara baik. Contohnya, saat tahapan pendaftaran paslon baru-baru ini masih banyak yang melanggar protokol kesehatan. Massa pendukung calon berkerumun tanpa mengindahkan jaga jarak yang dipersyaratkan. Berkerumun dalam jumlah banyak juga masih tampak dominan. Bahkan masih banyak ditemui yang tidak mengenakan masker dengan benar.

“KPU dan Bawaslu harus tegas menindak calon dan tim suksesnya yang tidak taat protokol kesehatan,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Terpisah, anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengakui memang perlu sanksi tegas dan kongkrit bagi pelanggar protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2020. Namun persoalannya terletak pada Peraturan KPU No.6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19. Begitupula dalam Peraturan KPU No.10 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan KPU 6/2020.

Menurutnya, dalam Peraturan KPU 6/2020 ataupun P-KPU 10/2020 tak terdapat norma yang mengatur jenis sanksi administratif. Dia khawatir jika penjatuhan sanksi khusus ini diterapkan malah bertentangan dengan asas legalitas. “Kita tidak bisa menghukum seseorang tanpa ada peraturan yang mengatur sebelumnya,” ujarnya.

Dia menyarankan agar perlu dilakukan perubahan Peraturan KPU 6/2020, khususnya menambahkan norma pengaturan jenis sanksi terhadap pelanggaran protokol kesehatan. Dengan adanya jenis sanksi dalam Peraturan KPU 6/2020, seperti sanksi administratif berupa diskualifikasi paslon, misalnya, maka pihaknya bersama KPU memiliki kewenangan membatalkan pencalonan pilkada. Ini sama halnya ketika terjadi pelanggaran politik uang yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

“Sanksinya jelas pembatalan paslon,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Antara.

Ratna melanjutkan terkait penanganan pelanggaran tindak pidana pemilihan umum, Bawaslu tak akan lempar tanggung jawab. Sebaliknya, Bawaslu bakal berkoordinasi dengan pihak terkait. Begitupula soal pelanggaran protokol kesehatan yang notabene berada di luar ranah wilayah pemilihan. “Nanti kalau terkait dengan pelanggaran hukum lainnya akan kami teruskan,” katanya.

Sementara Ketua KPU Arief Budiman mengakui adanya sejumlah calon peserta pilkada terpapar positif Covid-19. Data KPU per 14 September menunjukan ada 63 orang positif Covid-19 yang tersebar di 21 provinsi. Meski begitu, KPU telah menyiapkan berbagai perangkat protokol kesehatan serta prosedur dan skema untuk menjawab persoalan tersebut.

Dia menjelaskan sejumlah prosedur protokol kesehatan yang bakal diberlakukan di semua tahapan pilkada serentak sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU 6/2020 atau Peraturan KPU 10/2020. Misalnya, aturan jumlah peserta kampanye; tahapan debat antar pasangan calon hanya diperbolehkan dihadiri maksimal 50 orang; kampanye akbar satu pasangan calon hanya boleh dihadiri maksimal 100 orang dengan penerapan protokol kesehatan yang lebih ketat.

“Termasuk saat hari H pemilihan, bagi pemilih yang positif Covid-19 dan dalam isolasi, petugas yang mendatangi, dengan alat pelindung diri (APD) standar, semua sudah kami simulasikan!"   

Tags:

Berita Terkait