Batavia Sebut Ditjen Pajak Gunakan ‘Aji Mumpung’
Berita

Batavia Sebut Ditjen Pajak Gunakan ‘Aji Mumpung’

Kurator dan Batavia hadapi bersama-sama renvoi Ditjen Pajak.

HRS
Bacaan 2 Menit
Batavia Sebut Ditjen Pajak Gunakan ‘Aji Mumpung’
Hukumonline

Tampaknya, PT Metro Batavia, pengelola armada angkutan udara Batavia Air merasa tak puas jika hanya kurator saja yang menghadapi keberatan yang diajukan Direktorat Jenderal Pajak. Batavia Air juga turut serta memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan Ditjen Pajak, Selasa (04/6).

Masuknya PT Metro Batavia secara langsung merujuk pada ketentuan Pasal 24 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Menurut kuasa hukum Batavia, Raden Catur Wibowo, kurator hanya memiliki kewenangan terbatas pada penguasaan dan pengurusan harta kekayaan debitor pailit. Ia menegaskan undang-undang tidak menghalangi debitor menjalankan hak-hak lain di luar harta kekayaan, termasuk ikut serta sebagai pihak dalam keberatan Ditjen Pajak.

Dalam menghadapi keberatan ini, Batavia mengatur strategi dengan mempersoalkan surat kuasa Ditjen Pajak. Pengacara perusahaan armada yang dulunya berlogo Trust Us to Fly ini mengatakan surat kuasa Ditjen Pajak dibuat oleh orang yang tidak berwenang, yaitu dibuat oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Jakarta Pusat. Seharusnya, surat kuasa tersebut dibuat oleh Menteri Keuangan. Soalnya, Ditjen Pajak adalah organ negara yang bertanggung jawab secara institusi kepada Kementerian Keuangan yang dipimpin Menteri Keuangan.

Selain menyerang surat kuasa, Batavia Air juga meneliti surat bantahan Ditjen Pajak. Versi Batavia, surat bantahan yang diajukan pemohon keberatan hanyalah surat biasa karena tidak ada cap atau stempel Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Stempel ini berfungsi sebagai tanda bahwa surat tersebut telah didaftarkan dalam register perkara kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dengan tidak terdaftarnya surat keberatan itu, Ditjen Pajak telah menyalahi hukum acara perdata di Indonesia. Dengan demikian, Batavia Air melihat hal ini sudah menjadi alasan yang cukup untuk menolak keberatan Ditjen Pajak.

Terkait dengan pokok perkara, Batavia membenarkan pelaksanaan Rapat Pencocokan Piutang pada 23 Maret 2013. Dalam rapat tersebut, kurator hanya mengakui tagihan pajak sejumlah Rp46,2 miliar. Sedangkan tagihan pajak tahun pajak 2010 sejumlah Rp323 miliar, Batavia Air secara tegas menolak tagihan pajak itu. Landasannya adalah tagihan tersebut merupakan penghitungan sepihak dan mengada-ada serta tidak berdasar.

Lebih lagi, moda transportasi udara yang telah dinyatakan pailit akhir Januari 2013 ini menuding tindakan yang dilakukan Ditjen Pajak dengan mengajukan tagihan senilai ratusan miliar tersebut adalah tidak bijak. Seharusnya, Pajak harus melepaskan tagihannya karena debitor telah pailit. Namun, fenomena yang terjadi adalah kantor Pajak justru membuat tagihan sebesar-besarnya dengan penghitungan sepihak.

Tags:

Berita Terkait