Batavia Air Gugat CIT Aerospace Asia
Berita

Batavia Air Gugat CIT Aerospace Asia

CIT Aerospace secara arogan membuat tagihan pembayaran tanpa dasar perhitungan yang jelas

HRS
Bacaan 2 Menit
Batavia Air Gugat CIT Aerospace Asia
Hukumonline

Tak terima diancam dan dimaki-maki, maskapai penerbangan nasional Batavia Air menggugat perusahaan penyedia  jasa sewa pesawat asal Singapura, CIT Aerospace Asia Pte Ltd (CIT) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (21/11). Tak tanggung-tanggung, Batavia Air menggugat CIT dengan melayangkan dua gugatan, yaitu perkara nomor 341/PDT.G/2012/PN.JKT.PST dan 344/PDT.G/2012/PN.JKT.PST.

Ihwal gugatan dimulai dari kerja sama kedua perusahaan. Yaitu kerjasama sewa menyewa pesawat sejak November 2008. Kala itu, Batavia menyewa pesawat jenis A320-200 MSN 1676 dengan nomor registrasi PK-YVF seharga AS$250.000 per bulan dan Maintenance Reserve sebesar AS$175.000 per bulan.

Kesepakatan ini dituangkan dalam perjanjian sewa menyewa pesawat terbang, Aircraft Lease Agreement tertanggal 28 November 2008. Adapun jangka waktu yang telah disepakati terkait sewa menyewa pesawat ini adalah selama enam tahun terhitung sejak 1 Desember 2008 hingga tanggal sama 2014.

Selain menyewa pesawat tersebut, Batavia Air juga menyewa satu pesawat jenis lain,. Yaitu, A320-200 MSN 710 dengan nomor registrasi PK-YVH. Untuk pesawat ini, harga sewa yang disepakati per bulan adalah AS$140.000 dan Maintenance Reserve sebesar AS$175.000. Perjanjian ini disepakati pada 21 Agustus 2009 untuk jangka waktu 51 bulan yang terhitung sejak 15 Oktober 2009 sampai 15 Januari 2014.

“Pembayaran sewa menyewa tersebut berjalan lancar sesuai dengan jadwal pembayaran yang sudah direncanakan dan disepakati bersama Batavia dan CIT,” ucap kuasa hukum Batavia Air,Raden Catur Wibowo, Rabu (21/11).

Catur menyatakan di tengah perjalanannya, sekira Januari 2012,Batavia terlambat membayar pada CIT Aerospace. Pasalnya, maskapai penerbangan nasional ini tengah melakukan pengembangan operasional perusahaan. Sehingga, memerlukan pengaturan waktu dalam proses pembayaran.

“Batavia menegaskan bahwa keterlambatan tersebut bukanlah tindakan kesengajaan ataupun kelalaian dari Batavia, tetapi karena pengembangan dan pemberesan operasional perusahaan untuk menciptakan perusahaan yang profesional,” tegas Catur lagi.

Atas keterlambatan ini, Batavia melakukan konfirmasi ke CIT. Sayangnya, itikad baik itu disambut dengan kemarahan CIT. Perusahaan yang berkedudukan di Singapura ini tiba-tiba marah, mengancam, dan memaksa untuk menarik kembali pesawat yang disewakan tersebut. Karena adanya desakan-desakan dari CIT untuk menarik kembali pesawat tersebut, Batavia secara terpaksa menyerahkan pesawat tersebut pada Mei 2012.

Tak terima dengan tindakan tersebut, Batavia melayangkan gugatan. Karena, Batavia menilai tindakan yang dilakukan CIT dilandasi iktikad buruk. Soalnya, CIT seharusnya mempertimbangkan iktikad baik Batavia ketika melakukan pembayaran yang selalu tepat waktu. Iktikad buruk ini semakin terlihat ketika pesawat telah dikembalikan.

CIT secara arogan membuat tagihan pembayaran baru yang sangat besar di luar harga pesawat yang diperjanjikan, yaitu sebesar AS$5.468.000 secara tunai untuk pesawat jenis A320-200 MSN 1676. Menurut Catur, angka ini muncul tanpa dasar penghitungan yang jelas sebagaimana yang tertuang dalam CIT-Batavia Return Condition Claim Sheet MSN 1676. Sedangkan pesawat jenis A320-200 MSN 710, CIT membuat tagihan sebesar AS$4.906.000 yang juga dibayar secara tunai.

“Hal ini secara jelas merupakan tindakan sewenang-wenang serta dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat merugikan pihak penggugat baik secara material dan immaterial,” tukasnya.

Adapun kerugian material yang dialami Batavia dengan ditariknya pesawat A320-200 MSN 710 adalah sebesar AS$4.000.000. Sedangkan kerugian ditariknya pesawat A320-200 MSN 1676 adalah AS$6.200.000.

Selain meminta ganti kerugian material, Batavia juga meminta ganti kerugian immaterial masing-masing pesawat senilai AS$50.000.000. Dan, menghukum CIT untuk membayar tagihan pembayaran baru yang dibuat secara sepihak dan memaksa dengan nilai sebesar AS$4.906.000 dan AS$5.468.000.

Menanggapi gugatan ini, Kuasa Hukum CIT Aerospace Pte. Ltd. Yusfa Perdana menjawab singkat karena terburu-buru menghadiri proses mediasi. Yusfa Perdana secara tegas mengatakan tidak setuju dengan dalil-dalil yang diajukan pihak Batavia Air. Namun, Yusfa tidak menjabarkan secara jelas dalil-dalil yang dibantahnya.

“Kita akan melakukan mediasi dulu,” jawabnya sambil berjalan menuju ruang mediasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat usai persidangan, Rabu (21/11).

Tags: