Batasi Akses Media Sosial, Pemerintah Harus Punya Protokol yang Jelas
Berita

Batasi Akses Media Sosial, Pemerintah Harus Punya Protokol yang Jelas

Hal ini bertujuan agar kebijakan yang diambil pemerintah menjadi jelas dan terukur.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Di sisi lain, seyogyanya pemerintah juga harus mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap sektor-sektor lain seperti e-commerce, misalnya. Sudaryatmo lalu mempertanyakan apakah langkah yang diambil pemerintah kali ini sudah efektif dengan tetap mempertimbangkan fungsi-fungsi positif lainnya dari penggunaan media sosial.

 

(Baca: Pembatasan Akses Medsos Dinilai Langgar Hak Publik)

 

Namun jika langkah pembatasan akses media sosial ini harus dilakukan, maka pemerintah, kata Sudaryatmo, harus menyediakan akses poin bagi masyarakat. Tujuannya adalah sebagai wadah bagi masyarakat untuk melaporkan dampak pembatasan akses media sosial bagi masyarakat-masyarakat yang melakukan kegiatan positif.

 

“Alasan untuk keamanan, negara lain juga melakukan. Ketika pemerintah bilang ini akan dibuka kalau kondisinya sudah baik atau kondusif, kategori kondusif itu seperti apa. Siapa yang bisa menentukan. Protokolnya harus jelas,” tegasnya.

 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menilai pembatasan akses medsos berupa Instagram, Twitter, Facebook, WhatsApp, dan Line tidak didasari dua alasan. Pertama, pembatasan akses medsos bertentangan dengan hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta kebebasan berekspresi. Kedua, pembatasan akses terhadap medsos dan aplikasi messaging dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya adalah tidak tepat.

 

Merujuk Pasal 4 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No 12 Tahun 2005. Dalam UU 12/2005 itu memberi kewenangan kepada negara untuk melakukan pembatasan-pembatasan hak asasi manusia ketika negara dalam keadaan darurat.

 

Keadaan darurat dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti penyebab yang timbul dari luar (eksternal) atau dari dalam negeri (internal). Ancamannya dapat berupa ancaman militer/bersenjata atau dapat pula tidak bersenjata seperti teror bom dan keadaan darurat lainnya.

 

Dalam Komentar Umum No. 29 terhadap Pasal 4 ICCPR mensyaratkan ada dua kondisi mendasar harus dipenuhi untuk dapat membatasi hak asasi manusia. Pertama, situasinya mesti berupa keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa. Kedua, presiden melakukan penetapan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat melalui Keputusan Presiden.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait