Batasan Kepemilikan Asing di Perusahaan Asuransi
Utama

Batasan Kepemilikan Asing di Perusahaan Asuransi

Aturan kepemilikan asing perusahaan asuransi telah berlaku. Regulasi ini diharapkan mampu mendorong pemodal domestik menikmati “kue” industri ini.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Sosialisasi aturan tentang kepemilikan asing perusahaan perasuransian di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa (22/5/2018). Foto: MJR
Sosialisasi aturan tentang kepemilikan asing perusahaan perasuransian di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa (22/5/2018). Foto: MJR

Porsi kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian yang ditandangani oleh Presiden Joko Widodo. Terdapat dua poin penting yang diatur dalam ketentuan tersebut yaitu batas maksimal kepemilikan saham asing hingga kriteria pemegang saham asing berbentuk badan hukum perorangan.

 

Pertama, aturan ini menetapkan batas maksimal kepemilikan saham asing dalam bentuk badan usaha maupun perorangan sebesar 80 persen dari modal disetor. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka pemodal asing dilarang menguasai saham perusahaan perasuransian melampaui 80 persen. 

 

Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku surut atau penerapannya mulai dilakukan sejak PP ini berlaku yakni pada 18 April 2018. Kemudian, batasan maksimal kepemilikan asing ini hanya berlaku pada bukan perusahaan terbuka (Tbk). Dalam aturan ini juga melarang perusahaan perasuransian meningkatkan kepemilikan asing yang telah melampaui 80 persen.

 

Dalam contoh, kepemilikan asing perusahaan perasuransian telah mencapai 88 persen saat PP ini berlaku, kemudian terjadi penurunan menjadi 84 persen, maka perusahaan tersebut tidak boleh meningkatkan lagi kepemilikan asingnya. Sehingga, porsi kepemilikan saham 84 persen menjadi batas atas baru bagi perusahaan asuransi tersebut. Baca juga: Begini Aturan Main Kepemilikan Asing di Perusahaan Asuransi

 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Suahasil Nazara mengatakan kebijakan ini diharapkan dapat mendorong batasan maksimal 80 persen kepemilikan asing diterapkan pada seluruh perusahaan perasuransian. "Ketentuan ini juga akan menyebabkan kepemilikan asing terdilusi, sehingga diharapkan kepemilikan asing akan semakin mendekati batasan kepemilikan asing yang berlaku umum,” kata Suahasil dalam acara sosialisasi PP 14/2018 kepada para pelaku industri di Gedung Kementerian Keuangan, Selasa (22/5/2018).

 

Menurutnya, kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong partisipasi pemodal domestik menikmati keuntungan berinvestasi di sektor asuransi. “Industri asuransi di Indonesia saat ini masih sangat prospektif, sehingga setiap upaya pengembangan usaha atau ekspansi melalui penambahan modal harus mengikutsertakan investor dalam negeri, baik melalui strategic partnership maupun penawaran umum saham di Indonesia,” kata Suahasil. Baca juga: Porsi Kepemilikan Asing di Perusahaan Asuransi Masih Jadi Perdebatan

 

Poin penting lain dalam aturan ini mengenai kriteria badan hukum asing (BHA) yang dapat memiliki saham pada perusahaan perasuransian. BHA harus merupakan perusahaan perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuransian yang sejenis.

 

“Kebijakan ini dimaksudkan agar pemilik perusahaan sudah memiliki pengetahuan bisnis perasuransian yang memadai dan terjadi alih teknologi dan pengetahuan,” kata Suahasil.

 

Kemudian, BHA tersebut harus memiliki modal sendiri sekurang-kurangnya 5 kali dari besarnya saat penyertaan langsung pada Perusahaan Perasuransian. Ketentuan tersebut diharapkan dapat memberi kepastian terjaganya kelangsungan bisnis perusahaan karena didukung permodalan pemilik yang kuat. Selain itu, terdapat kriteria lain dari OJK yang harus dipenuhi BHA. Persyaratan tersebut antara lain tingkat kesehatan BHA dan rating dari lembaga independen. 

 

Kepemilikan  Asing  oleh  Badan  Hukum  Asing  (BHA) pada perusahaan perasuransian dapat dilakukan melalui penyertaan langsung, transaksi di bursa efek, dan penyertaan pada Badan Hukum Indonesia (BHI). Sementara itu, kepemilikan asing oleh WNA hanya dapat melalui transaksi di bursa efek.  

 

Bagi perusahaan  perasuransian  yang  dikecualikan  tersebut  akan  menambah  modal  disetor, maka atas  setiap  tambahan modal tersebut harus paling sedikit 20 persen diperoleh dari BHI dan/atau WNI. Lalu, tambahan modal tersebut paling sedikit 20 persen melalui penawaran umum perdana saham di Indonesia.

 

Sementara itu, Ketua Dewan Asuransi Indonesia, Dadang Sukresna mengatakan dengan terbitnya regulasi ini memberi kepastian hukum bagi pelaku industri asuransi mengenai kepemilikan asing. Menurutnya, perkembangan industri asuransi saat ini tidak lepas dari peran asing.

 

Dadang menilai potensi industri asuransi di Indonesia saat ini masih sangat besar. Hal tersebut terlihat dari perbandingan antara rata-rata premi dengan populasi penduduk. Selain itu, perkembangan ekonomi digital juga berdampak positif terhadap geliatnya industri asuransi ini.

 

“Perusahaan asuransi di Indonesia, baik asuransi umum maupun jiwa aktif dalam adopsi teknologi baru, terutama teknologi digital. Di masa depan hal ini berpotensi menjadi  katalis perluasan pasar asuransi dan saluran pemasaran asuransi,” kata Dadang.

Tags:

Berita Terkait