Basaria Panjaitan: Kewenangan SP3 Tidak Boleh Diberikan ke KPK
Uji Kelayakan Capim KPK

Basaria Panjaitan: Kewenangan SP3 Tidak Boleh Diberikan ke KPK

Prinsipnya, pemberantasan korupsi bukan memusuhi orang, tetapi perbuatan pelaku. Menangkap orang tidak perlu mempermalukan pelakunya sehingga tidak perlu ada keributan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Capim KPK Basaria Pandjaitan. Foto: RES
Capim KPK Basaria Pandjaitan. Foto: RES
Rencana revisi terhadap Undang-Undang (UU) No.30 tahun 30 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi digagas pemerintah dan DPR. Salah satu poin yang disetujui untuk dilakukan revisi adalah memberikan kewenangan penghentian penyidikan perkara korupsi. Rencana itu dinilai oleh Calon Pimpinan (Capim) KPK Basaria Pandjaitan tidak tepat. Sebaliknya, dengan tidak memiliki kewenangan menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) mengharuskan KPK lebih hati-hati.

“Jadi SP3 tidak boleh diberikan ke KPK karena harus sudah pasti dengan dua alat bukti,” ujarnya, di depan sejumlah anggota Komisi III saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Gedung DPR, Selasa (15/12) malam.

Basaria berpandangan penyelidikan yang dilakukan antara KPK dengan kepolisian berbeda. Penyelidikan yang dilakukan KPK misalnya, dalam rangka mendapatkan dua alat bukti. Sekira dinilai telah mengantongi dua alat bukti itulah kemudian ditingkatkan ke penyidikan. Sebaliknya, jika ternyata tidak ditemukan adanya dua alat bukti, maka penyelidikan dihentikan.

Itu sebabnya,penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK setelah mengantongi dua alat bukti yangsah dan cukup. Penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK berjalan  dengan mengedepankan asas kehati-hatian. “Bila SP3 dimiliki KPK, sementara sudah ada dua alat bukti yang cukup, lalu buat apa SP3,” ujarnya.

Jenderal polisi bintang dua itu berpandangan,berbeda halnya dengan penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian. Menurutnya penyelidikan di kepolisian dalam rangka mencari ada tidaknya dugaan tindak pidana. Sementara di penyidikan dalam rangka menemukan dua alat bukti untuk kemudian menetapkan tersangka  pelaku tindak pidana.

“Kalau tidak ditemukan dua alat bukti, maka bisa di SP3,” katanya.

Anggota Komisi III Erma Suryani Ranik mencecar Basaria. Ia menggali jawaban Basaria. Menurutnya bila terdapat putusan bebas terhadap terdakwa kasus korupsi, namun ditemukan adanya kerugian negara. “Strategi apa yang anda gunakan untuk mengembalikan keuangan negara?,” ujar politisi Demokrat itu.

Basaria menanggapi. Menurutnya, bila merujuk pada Pasal 32 ayat (1), penyidik dapat segera menyerahkan berkas perkara hasil penyelidikan kepada jaksa pengacara negara. Kemudian, tindak lanjutnya adalah jaksa pengacara negara diminta untuk melakukan gugatan perdata, atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.

Mantan Kapusprovos Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri itu berpandangan,putusan bebas terhadap terdakwa korupsi menjadi ranah keyakinan hakim. Menurutnya,tersangka dan terdakwa memiliki hak untuk memberikan pembelaan diri dalam kasus korupsi. Ia menilai meskipun sudah terdapat dua alat bukti yang cukup, penilaian terbukti tidaknya terdakwa ada di tangan hakim. “Itu ada di Pasal 184 KUHAP,” imbuhnya.

Belum efektif dan efisien

Anggota Komisi III lainnya Junimart Girsang menggali pengetahun dan wawasan  Basaria terkait dengan belum efektifnya kepolisian dan kejaksaan. Menurutnya,diperlukan langkah penting agar kepolisian dan kepolisian dikembalikan perannya dengan memperkuat  dalam pemberantasan korupsi.

“Kenapa kepolisian dan kejaksaan kurangefektif dalam pemberantasan korupsi,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Basaria berpandangan persoalan rivalitas antar penegak hukum lantaran adanya monopoli kewenangan. Ia berpandangan bila masing-masing  aparat penegak hukum memiliki persepsi yang sama dalam pemberantasan korupsi, maka dapat bekerjasama sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

“Saya yakin dan percaya keribuatan antar penegak hukum bakalan tidak ada,” katanya.

Mantan Direskrimum Polda Kepulauan Riau (Kepri) itu berpandangan,KPK memiliki fungsi untuk memberdayakan kepolisian dan kejaksaan agar kembali menjadi efektif dan efisien. Sayangnya fungsi supervisi yang dimiliki KPK tidak dijalankan dengan maksimal. Ia berpandangan awal mula pembentukan KPK di awal era reformasi menginginkan tata kelola pemerintahan yang bersih.

“Kalau orang-orang mengerti dan memahami itu, saya yakin tidak ada rivalitas,” katanya.

Basaria menahami KPK diberikan kewenangan lebih ketimbang kepolisian dan kejaksaan. Pasalnya kewenangan itu bila digunakan sesuai peruntukannya dapat menajdikan kepolisian dan kejaksaan menjadi lebih kuat. Misalnya, fungsi supervisi bila dimaksimallkan dapat menjadikan sinergi antar lembaga penegak hukum berjalan maksimal.

Misalnya, ketika ada perkara korupsi yang ditangani KPK di tingkat penyidikan diserahkan ke kepolisian atau kejaksaan, maka lembaga anti rasuah itu cukup melakukan supervisi. “Ini menjadi singkron dan memperkuat kepolisian dan kejaksaan,” imbuhnya.

Yang pasti, kata Basaria, dalam pemberantasan korupsi dilakukan tidak dengan cara yang gaduh dan menjadi popularitas. Sebaliknya pemberantasan korupsi mesti sesuai dengan UU. “Satu prinsip, kita tidak memusuhi orangnya, kita memusuhi perbuatan orangnya. Kalau kita menangkap tidak perlu mempermalukan orangnya, jadi tidak perlu ada keributan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait