Banyak Politisi Mendaftar Calon Anggota BPK
Berita

Banyak Politisi Mendaftar Calon Anggota BPK

Dalam UU BPK tidak adanya larangan politisi mendaftar menjadi anggota BPK. Namun, secara etis mendaftarnya sejumlah politisi menjadi anggota BPK dinilai mengusik pikiran publik.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung BPK. Foto: Sgp
Gedung BPK. Foto: Sgp

Pada Oktober 2019 mendatang, masa jabatan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2014-2019 bakal berakhir. Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota BPK sudah mulai membuka proses penjaringan yang nantinya para calon menjalani uji kepatutan kelayakan. Tercatat, Pansel sudah menerima 64 calon anggota BPK yang mendaftar. Uniknya, 64 pendaftar, sebanyak 12 calon berlatar belakang politisi dari berbagai partai politik yang beberapa diantaranya tercatat sebagai petahana anggota BPK yang saat ini masih menjabat.

 

Direktur Eksekutif Center Budget Analisis Uchok Sky Khadaffi menilai BPK seharusnya diisi oleh orang-orang yang punya kompetensi dan memiliki jejak rekam yang jauh dari kepentingan politik manapun. Sebaliknya, bila BPK sebagai lembaga audit keuangan negara diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi dan kalangan politisi justru akan melemahkan instansi tersebut.

 

“Karena BPK mesti ‘tajam’ terhadap lembaga dan instansi negara dalam melakukan audit keuangan negara,” ujar Uchok kepada Hukumonline di Jakarta, Selasa (2/7/2019).  

 

Dia menegaskan BPK mesti diisi oleh orang profesional, bukan sebaliknya malah dari kalangan politisi. Memang dalam tubuh pimpinan BPK terdapat politisi yang pernah menjadi anggota dewan di komisi yang menjadi mitra kerja lembaga audit keuangan negara tersebut. Namun harapan ke depan agar BPK menjadi lebih profesional, cakap, dan “tajam” dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga audit keuangan negara.

 

“Kalau BPK diisi para politisi seperti ‘rumah hantu’ seram dari luar, tapi tidak menakutkan bagi para kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah,” kritiknya. Baca Juga: BPK Minta Kementerian Lembaga Tindaklanjuti Soal Temuan LKPP

 

Hukumonline.com

 

Dari 64 pendaftar, terdapat 12 politisi dari berbagai partai politik. Seperti Pius Lustrilanang, Wilgo Zainar, Haeru Saleh, dan Ferry Joko Juliantoro (politisi Partai Gerindra). Kemudian Harry Azhar Aziz dan Ahmadi Noor Supit (politisi Partai Golkar. Sementara Achsanul Qosasih (petahana), dan Nurhayati Assegaf (politisi Partai Demokrat). Lalu, Ahmad Muqowam (politisi Partai Persatuan Pembangunan). Selain itu, Tjatuf Sapto Edy (politisi Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara Daniel L Tobing (politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), danRusdi Kirana (politisi Partai Kebangkitan Bangsa).

 

Uchok menyayangkan bila nantinya BPK banyak diisi para politisi. Uchok mencontohkan jika pada lembaga–lembaga yang telah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP), tetapi realitasnya masih saja terjadi korupsi dan KPK melakukan penangkapan terhadap aparatur lembaga tersebut. Hal ini bisa berakibat pola audit yang dilakukan BPK menjadi kurang mendapat kepercayaan secara penuh dari masyarakat. “Hal ini disebabkan BPK diisi oleh politisi yang jauh dari sikap independen,” katanya.

 

Mengusik pikiran publik

Terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi menyarankan agar ada perubahan mekanisme pemilihan anggota BPK melalui revisi UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK. Sebab, BPK merupakan lembaga negara independen yang memiliki kewenangan mendekati fungsi legislatif dalam arti pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara. Bila merujuk UU BPK, pemilihan anggota BPK berada sepenuhnya di tangan DPR.

 

Ferdian memberi contoh dalam memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kualitas anggota BPK yang terpilih semestinya DPR melakukan inovasi dalam proses pemilihan anggoat BPK dengan membentuk tim panel ahli yang bertugas untuk menguji dari sisi integritas dan kualitas setiap kandidat. Menurutnya, komposisi panel ahli diambil dari kalangan akademisi dan praktisi yang nonpartisan dan negarawan.

 

“Langkah ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Komisi III DPR saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan kepada calon hakim MK dari unsur DPR. Panel Ahli melakukan perangkingan untuk kemudian diserahkan ke DPR. Kemudian ditindaklanjuti dengan uji kelayakan dan kepatutan,” terangnya.  

 

Bagi Ferdian, mendaftarnya sejumlah politisi menjadi calon anggota BPK secara normatif tidak ada persoalan. Sebab, dalam UU BPK tidak adanya larangan politisi mendaftar menjadi anggota BPK. Hanya saja, secara etis mendaftarnya sejumlah politisi menjadi anggota BPK ini mengusik pikiran publik. Apalagi, mereka yang mendaftar diketahui beberapa figur tidak lolos dalam kontestasi dalam Pemilu 2019 lalu.

 

Karena itu, perubahan UU BPK mendesak segera dilakukan diantaranya dengan menambah ketentuan dengan memasukkan syarat anggota BPK tidak berasal dari kalangan partai politik atau yang terafiliasi ke partai politik. Upaya ini penting untuk memastikan dan menjaga independensi kerja-kerja pengawasan keuangan negara agar akuntabel. “Selain itu, ketentuan pemilihan dibuat lebih detail dengan memasukkan kewenangan tim panel ahli sebagai upaya perwujudan transparansi dan akuntabilitas proses pemilihan calon anggota BPK,” usulnya.

 

Sementara Uchok menambahkan persyaratan yang ditetapkan panitia seleksi dinilai kurang ketat. Uchok mewanti-wanti soal formal prosedural dan transparansi melakukan seleksi calon anggota BPK ini. Mulai kualifikasi dan kemampuan para calon mesti dibuka ke publik. Uchok juga mendorong mesti terdapat tim panel ahli dari kalangan kampus dan profesional. “Harus ada tim panel ahli dari kalangan kampus dan profesional,” katanya.

Tags:

Berita Terkait