Banyak Perusahaan Tambang Tak Sampaikan Rencana Reklamasi
Berita

Banyak Perusahaan Tambang Tak Sampaikan Rencana Reklamasi

BPK akan merekomendasikan kepada pemerintah agar izin pertambangannya tidak diperpanjang bahkan dicabut.

YOZ
Bacaan 2 Menit
Banyak pemegang izin usaha pertambangan (IUP) belum sampaikan rencana reklamasi. Foto: ady
Banyak pemegang izin usaha pertambangan (IUP) belum sampaikan rencana reklamasi. Foto: ady

Sebanyak 64 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) belum menyampaikan rencana reklamasi atau rencana pasca tambang. Penemuan itu berdasarkan pemeriksaan BPK pada periode 2010-2013 di tiga provinsi yang menjadi sampel pemeriksaan.

Hal ini disampaikan anggota BPK Ali Masykur Musa, dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian ESDM, Senin (25/6), di Jakarta.


Ali mengatakan, BPK juga menemukan 73 pemegang IUP serta dua pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) belum menempatkan jaminan reklamasi atau jaminan pasca tambang, sesuai ketentuan yang berlaku. “Ini benar-benar zalim,” katanya.

Dia menjelaskan, BPK tidak hanya melakukan pemeriksaan keuangan, tetapi akan melakukan audit terhadap kinerja perusahaan pertambangan mineral dan batubara. Menurutnya, pemeriksaan ini akan menjadi bahan rekomendasi dari BPK terhadap perusahaan tambang dalam memperoleh izin pertambangan. Bila perusahaan tambang tidak lolos pemeriksaan, maka BPK akan merekomendasikan kepada pemerintah agar izin pertambangannya tidak diperpanjang bahkan dicabut.

Pemeriksaan BPK juga terfokus terhadap lingkungan. Meski selama ini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Sumber Daya Alam meningkat dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 26 persen, tetapi kegiatan ini berdampak terhadap lingkungan. Fungsi BPK dalam hal ini sesuai dengan UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK. BPK juga diberikan kewenangan untuk memeriksa kinerja instansi di bidang tertentu.

Saat ini, sambung Ali, BPK sedang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan mineral  yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara dan PT Aneka Tambang. “Rusaknya lingkungan juga diidentikkan dengan kegiatan pertambangan yang tidak berwawasan lingkungan,” ujarnya.

BPK sendiri memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LK Kementerian ESDM Tahun 2011. LHP atas LK Kementerian ESDM Tahun 2011 tersebut terdiri dari; 1) Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksaan atas LK Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011; 2) LHP atas LK Kementerian ESDM Tahun 2011; 3) LHP atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) Kementerian ESDM Tahun 2011; dan 4) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan Kementerian ESDM Tahun 2011.

Sedangkan objek pemeriksaan LK Kementerian ESDM Tahun 2011 terdiri dari Neraca Kementerian ESDM per 31 Desember 2011, Laporan Realisasi APBN (LRA), serta Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2011.

Ali berharap pemberian opini WTP ini dapat memotivasi Kementerian ESDM untuk mempertahankan sistem pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara sehingga dapat menjadi contoh bagi kementerian lain. Hal ini karena LK yang berkualitas dihasilkan melalui sistem akuntansi yang andal (reliable) serta data yang dapat ditelusuri (traceable) dan layak diaudit (auditable).

Namun, lanjut Ali, perlu disadari bahwa opini laporan keuangan bukan merupakan tujuan akhir tetapi merupakan sasaran antara menuju tertib administrasi pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan.

Menteri ESDM Jero Wacik mengaku puas dengan hasil pemeriksaan BPK. Pasalnya, Kementerian ESDM sebelumnya mendapatkan opini disclaimer atas laporan keuangannya. Namun, mulai 2007, 2008, dan 2009 secara berturut, BPK-RI menyatakan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Kementerian ESDM. Pada 2010, laporan keuangan kementerian ini sudah mendapatkan WTP tetapi masih memiliki persyaratan.

“Harus diakui sangat sulit mendapatkan opini WTP dari BPK,” kata Jero.

Tags: