Banyak Penyelewengan, Program Raskin Sebaiknya Distop Sementara
Berita

Banyak Penyelewengan, Program Raskin Sebaiknya Distop Sementara

Program Raskin bisa dilanjutkan jika pemerintah sudah melakukan perbaikan terhadap sejumlah penyebab yang menjadi pokok masalah.

YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Banyak Penyelewengan, Program Raskin Sebaiknya Distop Sementara
Hukumonline
Seiring sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap potensi penyelewengan program bantuan sosial pemerintah, sinyalemen mengenai dugaan penyimpangan dalam distribusi beras murah untuk rakyat miskin (Raskin) juga mengemuka. Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) mendesak pemerintah untuk menghentikan program Raskin untuk sementara.

“Program ini bisa dilanjutkan jika pemerintah sudah melakukan perbaikan terhadap sejumlah penyebab yang menjadi pokok masalah,” kata Direktur Eksekutif PATTIRO, Sad Dian Utomo, dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Senin (14/4).

Dian mengatakan, sebenarnya permasalahan yang muncul pada pelaksanaan pogram Raskin sudah berlangsung sejak lama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan PATTIRO pada 2012 terhadap program Raskin dengan menggunakan analisis rantai nilai untuk mengukur integritas dan akuntabilitas program Raskin ditemukan sejumlah permasalahan.

program Raskin sebenarnya sudah dirancang secara baik, namun pada pelaksanaan ditemukan persoalan terutama terkait pengelolaan. Persoalan pengelolaan yang mengemuka adalah pemeriksaan terhadap kualitas beras yang lemah, distribusi yang acap kali tidak mengutamakan orang miskin, dan pengelolaan uang hasil penjualan Raskin yang tidak terkontrol. Bahkan, ada kesan digunakan untuk program yang tidak tepat seperti kasus di sejumlah daerah.

“Sejumlah kelemahan tersebut saling terkait dan berpotensi untuk terjadinya praktik korupsi dan mal administrasi,” ujar Dian.

Sebagai solusi, lanjut Dian, selain harus ada perbaikan kebijakan yang lebih ketat, pemerintah harus melakukan sosialisasi rutin untuk membangun komitmen bersama, bahwa program Raskin adalah program yang dirancang untuk kesejahteraan mereka yang sangat membutuhkan yakni orang miskin. Semua pemangku kepentingan harus sama persepsinya dan jangan ada motivasi untuk memanfaatkan program ini untuk kepentingan pribadi dan kepentingan sepihak yang akhirnya merugikan masyarakat dan negara.

Dari penelitian PATTIRO, titik rawan pada program Raskin adalah pada titik distribusi. Distribusi Raskin yang tidak transparan berpotensi terjadi penyimpangan. Titik kritis distribusi Raskin terletak pada: (1) saat pengiriman beras dari gudang Bulog ke titik distribusi; (2) saat penyaluran beras kepada Rumah Tangga Miskin (RTM); (3) Jumlah beras yang sampai di titik distribusi; dan (4) Daftar RTM penerima Raskin, jarang sekali diumumkan sehingga masyarakat tidak tahu berapa jatah Raskin di wilayahnya. Masyarakat hanya menerima beras sesuai jatah yang telah ditetapkan oleh aparat desa/pelaksana distribusi.

“Di titik ini penyalahgunaan Raskinbanyak terjadi karena masyarakat tidak tahu jumlah Raskinuntuknya dan kepada siapa beras tersebut didistribusikan,” kata Dian.

PATTIRO merekomendasikan lima hal yang harus dilakukan pemerintah agar program Raskin berjalan tepat sasaran, yaitu: 1. Kuatnya transparansi dari penyelenggara program Raskin agar mendapat dukungan dari masyarakat. 2. Kuatnya partisipasi masyarakat pada program Raskin yang tergambar melalui suatu sistem mekanisme yang memungkinkan masyarakat menyampaikan masukan, tanggapan dan laporan terhadap pelaksanaan program. 3. Adanya monitoring program yang berbasis partisipasi masyarakat dan dialog antar para pemangku kepentingan.

4. Adanya audit sosial terhadap program Raskin yang mampu memberikan umpan balik terhadap perbaikan pelaksanaan program. 5. Penguatan keterlibatan pemerintah daerah sebagai pelaksana program Raskin yang diikuti dengan peningkatan kepercayaan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagai pelaksana.

Dian mengatakan, kelima rekomendasi PATTIRO tersebut tidak hanya berlaku untuk program bantuan sosial Raskin saja, tapi berlaku untuk program bantuan sosial lain yang digulirkan pemerintah seperti bantuan operasional sekolah (BOS), pupuk bersubsudi, bantuan langsung tunai (BLT) dan lain-lain agar tepat sasaran.

“Khusus program Raskin, satu rekomendasi yang juga perlu diperhatikan pemerintah adalah tidak semua daerah di Indonesia menjadikan beras (nasi) sebagai makanan pokok, sehingga pemberian bantuan Raskin berupa beras di beberapa daerah di Indonesia Timur tidak tepat sasaran,” kata Dian.

Sebelumnya, Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan subsidi beras bagi warga miskin (Raskin) sebagai bentuk perlindungan sosial. Sebagaimana dikutip dari buku "Satu Dasawarsa Membangun Untuk Kesejahteraan Rakyat" di Jakarta, Senin (14/4), selain Raskin yang diberikan sebanyak 15 kg per bulan dengan harga Rp1.600 per kg, bentuk perlindungan sosial yang diberikan pemerintah dilakukan secara terpadu melalui berbagai program.

Seperti Program Keluarga Harapan (PKH), juga ada Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), layanan kesehatan gratis melalui Jamkesmas dan sekolah gratis dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM).

Dari segi anggaran Raskin, pemerintah juga meningkatkan jumlahnya dari Rp11,6 triliun pada 2008 menjadi Rp15,3 triliun pada 2011, serta Rp15,6 triliun di 2012 dan 2013 kembali ditingkatkan menjadi Rp17,9 triliun. Peningkatan anggaran dilakukan seiring dengan peningkatan pelayanan penyaluran Raskin agar kualitas Raskin sesuai dengan standar yaitu tidak apek, tidak berbau dan tidak berkutu.

Selain itu, raskin juga diberikan tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran. Pemerintah juga memberikan Raskin ke-13 dalam rangka membantu keluarga miskin menghadapi hari raya seperti lebaran dan Natal. Di samping itu, sejalan dengan kebijakan pengurangan subsidi BBM, pemerintah memberikan tambahan Raskin selama tiga bulan sehingga setiap Rumah Tangga Sasaran (RTS) mendapat 30 kg per bulan.

Dari segi jumlah penerima Raskin terus berkurang seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi dan berkurangnya angka kemiskinan. Jumlah penerima Raskin pada 2008 sebanyak 19,1 juta RTS, bekurang menjadi 15,5 juta RTS pada 2013 atau mengalami pengurangan 3,6 juta RTS. Sedangkan jumlah Raskin yang sudah disalurkan sepanjang 2008-2013 sebanyak 19,21 juta ton dengan anggaran Rp97 triliun.
Tags:

Berita Terkait