Bantuan Hukum dan Advokasi PDIP Kecewa, Ahok Berpotensi Ajukan Praperadilan
Utama

Bantuan Hukum dan Advokasi PDIP Kecewa, Ahok Berpotensi Ajukan Praperadilan

Karena dinilai adanya pelanggaran yang mesti diluruskan melalui mekanisme praperadilan.

ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Ahok di Bareskrim Mabes Polri, 24 Oktober lalu. Foto: RES
Ahok di Bareskrim Mabes Polri, 24 Oktober lalu. Foto: RES
Setelah melakukan gelar perkara di tingkat penyelidikan secara terbuka terbatas, Mabes Polri resmi menetapkan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. Partai pendukung utama Ahok dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017 mendatang, yakni PDIP merasa kecewa.

Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Junimart Girsang, menyesalkan penetapan tersangka terhadap Ahok. Terlebih, Ahok pun dicekal bepergian ke luar negeri. Ia beralasan penyelidikan bukanlah tindakan projustisia. Sedangkan pemeriksaan terhadap para saksi hanya bersifat klarifikasi. Makanya tidak ada tersangka.

“Di situ hanya ada pengadu dan saksi yang diperiksa oleh karena seyogyanya sesuai dengan KUHAP mestinya kalaupun Ahok ini di tetapkan tersangka harus dalam proses sidik penyidikan bukan dalam proses penyelidikan,” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (16/11).

Junimart pun menuding Mabes Polri telah melakukan pelanggaran dalam rangka penegakan hukum. Terhadap tindakan penetapan tersangka tersebut, Ahok berpotensi bakal melakukan upaya hukum praperadilan. Sebabnya, tim kuasa hukum menilai adanya pelanggaran yang mesti diluruskan dalam penegakan hukum. (Baca Juga: Kronologi Ditetapkannya Ahok Sebagai Tersangka oleh Polri)

“Tentu kalau hasil nanti di DPP dan Ahok mengatakan kita harus menempuh jalur hukum dan upaya hukumnya praperadilan,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR itu lebih lanjut mengatakan pihaknya berharap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dapat berjalan transparan dan terbuka. Dengan begitu semua mata dapat menyaksikan persidangan. Yang pasti, Ahok bakal tunduk dengan apapun putusan pengadilan

“Kalau pengadilan menolak dari praperadilan dari Ahok kita terima juga,” ujarnya.

Ketua DPP Bidang Hukum PDIP Trimedya Panjaitan mengatakan partainya menghormati keputusan Polri. Perihal bakal mengajukan praperadilan, pihak partai dimungkinkan pula mendorong mengajukan upaya hukum tersebut. Yang pasti, langkah praperadilan merupakan satu-satu jalan untuk dapat mengoreksi keputusan Polri yang menetapkan tersangka terhadap Ahok.

“Apakah kita perlu menempuh praperadilan atau tidak, tetu kita akan lakukan. Kita akan ketemu tim kuasa hukum untuk menentukan langkah-langkah, apakah pendampingan atau ada upaya hukum melalui praperadian yang bisa mengevaluasi status tersangka,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR itu. (Baca Juga: Tak Terima Disebut ‘Pengacara’ Ahok, Junimart: Jangan Asal Melapor ke MKD)

Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman mengatakan penetapan Ahok sebagai tersangka membuktikan Presiden Jokowi memenuhi janjinya untuk tidak melindungi Gubernur DKI non aktif itu. Menurutnya bila Ahok tak menjadi tersangka, dimungkinkan Jokowi ditengarai melindungi calon gubernur petahana itu.

“Spekulasi ini tidak terbukti dan presiden sungguh-sungguh menegakan hukum. Sungguh-sungguh memberikan ruang kepada kepolisian untuk tidak melakukan intervensi  terhadap proses hukum ini. Oleh sebab itu kami mengapresiasi, karena dugaan selama ini bahwa Presiden mengintervensi tidak terbukti,” ujarnya.

Terlepas terbukti atau tidak, proses penyidikan yang dilakukan Polri mesti dihormati dan dikawal. Menurutnya bila nantinya dalam proses penyidikan tidak terbukti, maka Polri tak segan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Oleh karena itulah, Komisi III bakal terus melakukan pemantauan terhadap proses penegakan hukum. (Baca Juga: Berlaga Bak ‘Pengacara’ Ahok, 4 Anggota DPR Dilaporkan ke MKD)

Perpres 1/65 belum dicabut

Junimart Girsang menambahkan publik perlu mencermati Penetapan Presiden No.1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang belum dicabut pemerintah. Mestinya, Perpres 1/65 diterapkan terhadap semua orang sepanjang adanya dugaan penistaan agama.

Pertama, mesti diterapkan dengan melakukan teguran terlebih dahulu. Setidaknya mengingatkan yang bersangkutan. Nah ketika yang bersangkutan mengulangi perbuatannya maka dapat diterapkan Pasal 156a KUHP.

“Jadi tidak seketika Pasal 165a diterapkan. Ini yang dikritisi oleh Mabes Polri dan itu ditolak. Kenapa ditolak alasan MK itu harus kembali Perpres 1 Tahun 1965. Ini tidak diterapkan Mabes Polri,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait