Bankum di KWI, Berdayakan Orang untuk Setara
Edsus Lebaran 2012:

Bankum di KWI, Berdayakan Orang untuk Setara

Jika menghendaki dunia yang damai, semua orang dituntut bekerja untuk keadilan.

Inu
Bacaan 2 Menit

KKP KWI menggariskan tiga hal bidang kerja utama. Yaitu menangani masalah terkait keadilan lingkungan, lalu penanganan perdagangan orang. Kemudian berupaya menciptakan budaya baru, yaitu antikekerasan.

Ketiga fokus tujuan KKP itu disebarkan ke 37 keuskupan yang ada di bawah KWI. Hanya 33 yang punya KKP. Tak semua keuskupan melakukan apa yang dikerjakan Keuskupan Bandung. Setidaknya Keuskupan Sintang, Kalimantan Barat dan Keuskupan Palangkaraya bertindak sama seperti Keuskupan Bandung.

Pengacara publik yang juga masuk dalam kepengurusan KKP KWI, Azas Tigor Nainggolan menguraikan, KKP Keuskupan Sintang malah mengajak pengacara untuk memberikan pendampingan dan bantuan hukum pada masyarakat sekitar. “Banyak yang berminat dan sudah ada warga yang menerima pendampingan dan bantuan hukum dari KKP di sana,” kata Tigor.

Menyoal masih banyak keuskupan yang belum melakukan seperti yang dilakukan Keuskupan Bandung, Sintang, dan Palangkaraya, Tigor menyatakan karena keuskupan bersifat otonomi. Alhasil, jika pemimpin tertinggi keuskupan menilai belum perlu membentuk seperti yang dilakukan tiga keuskupan tersebut, jangan harap organ bantuan hukum lahir. “Tapi, bisa saja kebutuhan itu difasilitasi KKP,” terang Tigor.

Pastor Koko malah menyampaikan otokritik. Gereja selama ini terkesan hanya fokus pada masalah liturgi atau ibadat semata. Tapi, anggapan itu mulai diubah dengan terbentuknya KKP dengan ketiga fokus gerakan. KKP ingin bersama seluruh umat peduli dan melakukan sesuatu akan sekitar mereka.

Mulai dengan memberi pemahaman akan hukum. Agar orang peduli dan berani berhadap-hadapan dengan mereka yang dinilai berperilaku tak adil. Semisal, Juni 2012, di KKP Paroki Sintang melakukan pelatihan paralegal. Peserta pelatihan sebanyak 40 orang yang terdiri dari para pastor, tokoh umat dan tokoh adat.

Peserta diajak melihat permasalahan di wilayah Keuskupan Sintang, yang meliputi  kabupaten Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu. Dengan metode ceramah, diskusi dan pelatihan, peserta akhirnya menemukan tiga permasalahan besar yang saat ini sedang dihadapi oleh masyarakat yaitu perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan kehutanan.

Pada kesempatan itu, Azas Tigor Nainggolan menyemangati peserta untuk menyadari pentingnya paralegal. Paralegal berperan menjembatani kebutuhan masyarakat pencari keadilan dengan advokat dan aparat penegak hukum lainnya untuk penyelesaian masalah hukum yang dialami individu maupun kelompok masyarakat. Siapapun, lanjut Tigor  yang punya kemauan dan kemampuan bisa menjadi paralegal, tentunya sudah dibekali dengan pengetahuan tentang persoalan hukum terkait dengan kasus yang terjadi di tengah masyarakat.

Meskipun gerakan KKP sudah mencapai tahap terwujud, namun sayang, banyak diantara pengurusnya tidak tahu UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Padahal dengan beleid itu, peran bantuan hukum mereka diakui negara. Kendala pendanaan pun terjawab karena UU Bantuan Hukum menjamin anggaran negara buat organisasi bantuan hukum. “Saya baru tahu dari Anda,” papar Pastor Koko Pr. Hal sama juga menjadi jawaban Sartono ketika ditanya akan UU Bantuan Hukum.

Menanggapi itu, Tigor menyatakan sudah menjadi kebiasaan pemerintah, bahwa sosialisasi peraturan yang dibutuhkan publik oleh pemerintah begitu buruk. “Apalagi yang terkait anggaran, sengaja disembunyikan biar mudah dikorupsi,” ujarnya.

Tags: