Bankir Plat Merah Minta Piutang BUMN Dipisahkan dari Piutang Negara
Berita

Bankir Plat Merah Minta Piutang BUMN Dipisahkan dari Piutang Negara

Hal ini penting untuk memperjelas bahwa penyelesaian piutang bank BUMN memiliki tata cara yang berbeda dengan tata cara penyelesaian piutang negara.

Tif/Lut
Bacaan 2 Menit

 

Data DJPLN menyebutkan ada sembilan debitur piutang negara yang berasal dari Bank BNI dengan piutang masing-masing di atas Rp 50 miliar. Total sisa utang kesembilan debitur tersebut senilai Rp 323,337 miliar, US$46,908 juta, dan 870,849 juta yen Jepang. Sedang dari Bank Mandiri, ada 34 debitur piutang Negara dengan nilai piutang masing-masing di atas Rp 50 miliar.

 

Melihat fakta di atas, Agus menekankan bahwa produk hukum yang diminta itu akan memperjelas posisi mengenai piutang Negara. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara bahwa piutang negara adalah piutang yang dimiliki pemerintah pusat. Pemisahan piutang ini, lanjut mantan Dirut Bank Permata ini, tidak dimaksudkan mengubah pengertian keuangan negara sebagaimana diatur UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara.

 

Saat ini kurang jelas apa kewenangan bank BUMN dalam menyelesaikan NPL. Akibat adanya pembatasan terhadap bank BUMN membuat bank BUMN tidak dapat menerapkan pola restrukturisasi seperti dilakukan bank swasta lainnya sesuai dengan prosedur yang diizinkan Bank Indonesia. Kami hanya minta level playing field yang sama seperti bank swasta. Itu saja, tegas Agus.

 

Ia berharap dengan adanya kejelasan kewenangan bank BUMN ini akan menghapuskan keraguan sehingga bank BUMN dianggap sama dengan bank swasta lainnya yang bisa melakukan penghapusan pokok piutang, penjualan piutang di bawah nilai pokok serta mengalihkan/menjual piutang sebagai bagian dari penyelesaian NPL.

 

Sesmeneg BUMN Said Didu menyatakan bahwa dalam rapat yang dilakukan pada Selasa (25/4), telah disepakati revisi atas PP No 14/2005 tentang Penyelesaian Piutang Negara dan Keputusan Menteri Keuangan No 61/2002 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Revisi ini pada dasarnya, menegaskan bahwa piutang BUMN bukan piutang negara, sehingga tidak berlaku rezim pengelolaan piutang negara terhadap piutang BUMN. Selanjutnya, piutang BUMN ditangani secara rezim korporasi

 

Dari berbagai analisis, hanya dibutuhkan penegasan semacam PP yang dalam UU berbunyi bahwa ada yang diistilahkan penyelesaian piutang tingkat pertama, sehingga perlu penafsiran apa yang dimaksud penyelesaian piutang tingkat pertama. Itu bisa ditafsirkan bahwa diselesaikan secara korporasi, memakai UU Perseroan Terbatas, kata Didu.

 

Untuk kasus NPL, lanjut Didu, dapat diselesaikan dengan menggunakan UU PT dan Peraturan Bank Indonesia (PBI), sehingga perlakuan terhadap NPL sama. Untuk piutang tingkat kedua, harus masuk ke DJPLN. Jika hal ini disepakati Pemerintah maka dapat dilakukan, namun tetap melalui mekanisme rapat pemegang saham yang artinya pemerintah juga.

Halaman Selanjutnya:
Tags: