Bank versus Dokter di Pengadilan Niaga
Berita

Bank versus Dokter di Pengadilan Niaga

Diduga berutang puluhan miliar, rumah sakit dan empat dokter dimohonkan PKPU.

HRS
Bacaan 2 Menit
Bank versus Dokter di Pengadilan Niaga
Hukumonline

Bank Rakyat Indonesia (BRI) memutuskan membawa persoalan utang kredit sebuah rumah sakit dan empat orang dokter ke Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat. BRI memohonkan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dokter Raditya Asri Wisuda, Dina Novita Rodiatun, Budhono Thahadibrata, dan Ellyonora Buhono, serta PT Bina Ilma Husada.

Adapun pihak yang mengajukan PKPU adalah Pardiman, pimpinan BRI wilayah Bandung. BRI membawa empat dokter dan perusahaan pengelola rumah sakit ke Pengadilan Niaga lantaran tak mampu melunasi utang. Amirullah Nasution, pengacara BRI, menceritakan riwayat timbulnya utang para dokter dan rumah sakit.

Utang tersebut muncul dari perjanjian Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja tertanggal 16 Mei 2008. Untuk Kredit Investasi, para termohon mendapat fasilitas Kredit Investasi I sejumlah Rp3,38 miliar dan Kredit Investasi II senilai Rp17,12 miliar. Sedangkan Kredit Modal Kerja, para termohon mendapat fasilitas kredit sebanyak Rp3,5 miliar dalam bentuk rekening koran.

Atas fasilitas kredit itu, para termohon telah menerima uang pinjaman itu senilai Rp21 miliar dengan baki debet sampai 1 April 2013. Namun, ketika tiba masa pengembalian uang pinjaman, empat dokter beserta perusahaan yang bergerak di jasa kesehatan itu tidak menjalankan kewajibannya. Sayangnya, kuasa hukum BRI Amirullah Nasution lupa berapa lama jangka waktu kredit tersebut. Ketika dilihat berkas permohonan PKPU, jangka waktu pinjaman kredit juga tidak ada.

"Utangnya berasal dari Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja. Jangka waktunya lupa saya," ucap Amirullah kepada wartawan usai persidangan, Senin (06/7).

BRI telah melayangkan somasi kepada para termohon pada 13 Oktober 2009. Dalam surat somasi bernomor B.5172/KW-VI/ADK/10/2009, BRI meminta agar para termohon segera membayar kewajiban mereka paling lambat 29 Oktober 2009. Namun, surat tersebut tidak ditanggapi para termohon.

Lantaran tidak ditanggapi, BRI mengirimkan surat teguran kedua tertanggal 30 Desember 2009. Lagi-lagi, para termohon mengabaikan somasi itu. Masih beriktikad baik, BRI kembali beri peringatan ketiga pada 8 Maret 2010. Dalam surat peringatan ketiga itu, BRI meminta agar para dokter segera melunasi kewajibannya pada 31 Maret 2010. Namun, nasib sama dialami surat teguran ketiga. Diabaikan.

Melihat gelagat yang kurang baik dari para termohon, berdasarkan Pasal 222 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), BRI mengajukan permohonan PKPU. Demi melengkapi syarat permohonan PKPU, BRI menarik Asuransi Beringin Sejahtera Arthamakmur. Namun, dalam berkas permohonannya, BRI tidak menyebutkan nominal utang yang dimiliki para termohon kepada asuransi tersebut.

Sesuai dengan Pasal 225 ayat (3) UU Kepailitan, BRI meminta majelis dalam jangka waktu 20 hari mengabulkan permohonan PKPU ini. Selain itu, BRI juga meminta majelis untuk mengangkat Anna Lidya Yusuf dan Ezrin Yosef. "Kami berharap majelis mengabulkan permohonan PKPU ini," tandas Amirullah Nasution.

Kuasa hukum para termohon, Pringgo Sanyoto, mengatakan akan mengikuti proses persidangan PKPU ini dengan baik. Akan tetapi, Pringgo belum mau membicarakan substansi perkara, khususnya mengenai eksistensi utang.

Menurutnya, substansi perkara harus dibuktikan terlebih dahulu saat agenda pembuktian pada Rabu ini (8/5). Dalam pembuktian tersebut, para pihak akan membuktikan apakah permohonan PKPU itu telah memenuhi syarat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan atau tidak. "Biar majelis yang memutuskan nantinya," pungkas Pringgo ketika dihubungi hukumonline, Selasa (07/5).

Tags:

Berita Terkait