Banding Karen Agustiawan Kandas
Terbaru

Banding Karen Agustiawan Kandas

Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan saat menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Harapan mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan atas hukuman di tingkat banding menjadi lebih ringan dari pengadilan tingkat pertama kandas sudah. Pengadilan Tinggi Jakarta sebaliknya malah menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN.JKT. PST, tanggal 24 Juni 2024,” demikian dikutip dari amar putusan yang diakses dari situs Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2024).

Putusan tingkat banding yang terbit pada Jumat (30/8/2024) itu dibacakan oleh majelis hakim yang dipimpin Sumpeno serta dua angota yakni Nelson Pasaribu dan Berlin Damanik. Dalam amar putusan yang menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman kurungan badan sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan.

Dalam amar putusan banding, pengadilan menerima permintaan banding yang diajukan penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Termasuk mengubah amar putusan Pengadilan Tipikor Jakarta sebagaimana yang dimintakan banding. Tapi itupun hanya terbatas mengubah putusan terkait dengan barang bukti.

“Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” ujar majelis dalam amar putusan.

Baca juga:

Sebelumnya dalam amar putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, Karen dinilai terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Majelis juga menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Karen dikurangi dengan masa penahanan serta membebankan biaya perkara Rp7.500 kepada terdakwa.

Sanksi hukuman di pengadilan tingkat pertama lebih rendah dari tuntutan penuntut umum dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014. Rendahnya hukuman dari tuntutan menurut  Ketua Majelis Hakim Maryono dalam pertimbangan putusan dikarenakan beberapa hal meringankan.

Yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta mengabdikan diri untuk Pertamina walaupun telah mengundurkan diri. Sementara itu, beberapa hal yang memberatkan vonis yakni perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta merugikan keuangan negara.

Selain pidana pokok, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.

Jaksa KPK juga meminta majelis hakim membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar 113,83 juta dolar AS. Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.

Sebagaimana diketahui, Karen didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi yaitu CCL senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Selain itu, Karen turut didakwa memberi persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis, dan ekonomis, serta analisis risiko.

Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2. Serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.

Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.

Tags:

Berita Terkait