BAMPPI Diminta Perkuat Kapasitas Kelembagaan
Berita

BAMPPI Diminta Perkuat Kapasitas Kelembagaan

Karena potensi sengketa pada perusahaan penjaminan sangat besar seiring tingginya permintaan kredit UMKM dan infrastruktur untuk memberi kepastian investasi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Para pembicara dalam acara
Para pembicara dalam acara "Sosialisasi Perlindungan Konsumen" di Jakarta, Kamis (6/9). Foto: MJR

Perkembangan industri penjaminan nasional bisa dibilang tidak seagresif sektor industri jasa keuangan lain seperti perbankan, asuransi dan pasar modal. Perusahaan-perusahaan penjaminan juga masih didominasi perusahaan ‘plat merah’ atau milik negara yakni Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) dan Lembaga Penjaminan Infrastruktur Indonesia (LPII) yang berada di bawah Kementerian Keuangan.

 

Namun, potensi bisnis penjaminan di Indonesia sangat terbuka lebar bagi sektor swasta. Pasalnya, pemerintah saat ini gencar mendorong pembiayaan atau kredit pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan infrastruktur yang selama ini menjadi pangsa pasar utama industri penjaminan.

 

Salah satu dampak yang timbul yaitu semakin besar potensi terjadi sengketa pada industri penjaminan ini. Sehingga, perlu adanya wadah atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar proses litigasi atau di pengadilan. Saat ini dalam industri penjaminan, media penyelesaian sengketa alternatif yang tersedia yaitu Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI).

 

BAMPPI merupakan salah satu Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) sektor jasa keuangan, selain Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP), Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI,) dan Badan Mediasi Pembiayaan dan Pergadaian Indonesia (BMPPI).

 

Lembaga penyelesaian sengketa ini berdiri sejak 2015. Prinsip kerja BAMPPI didasari pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di sektor jasa keuangan. Terdapat empat prinsip lembaga penyelesaian sengketa tersebut yaitu prinsip aksesibilitas, independensi, keadilan, efisiensi, dan efektivitas. 

 

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sardjito menjelaskan pembentukan BAMPPI merupakan amanat dari POJK Nomor 1/2014. Dengan adanya lembaga ini, Sardjito berharap lembaga ini menjadi salah satu cara dalam memberi perlindungan konsumen sekaligus menciptakan industri penjaminan yang kondusif bagi masyarakat.

 

“Kewajiban OJK memberi perlindungan konsumen dengan mengedukasi masyarakat yang pernah kecewa dengan jasa keuangan seperti bank, asuransi maupun perusahaan penjaminan,” kata Sardjito dalam acara sosialisasi LAPS di Jakarta, Kamis (6/9/2018).

 

Sardjito melanjutkan, meski memiliki lembaga penyelesaian sengketa, para pelaku di industri ini diminta mengedepankan proses mediasi terlebih dahulu. Hal tersebut perlu dilakukan agar setiap permasalahan yang terjadi harus lebih mengutamakan itikad baik dalam penyelesaian sengketa secara musyawarah.       

 

“Kalau ada dispute (perselisihan) antara lembaga penjaminan diupayakan penyelesaiannya di dalamnya dulu. Kalau tidak selesai baru masuk ke lembaga sengketa, seringkali sebenarnya,” imbau Sardjito.

 

Setali tiga uang dengan perkembangan industrinya, sengketa yang terjadi pada industri penjaminan juga bisa dibilang minim. OJK mencatat sebanyak 11 laporan pengaduan sehubungan industri penjaminan hingga Agustus 2018. Dari jumlah tersebut, belum ada sengketa yang ditangani BAMPPI sejak awal berdiri.

 

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI, Misbakhun menjelaskan meski masih sepi permasalahan yang ditangani, dia mendorong agar BAMPPI melakukan penguatan kelembagaan. Pasalnya, potensi sengketa pada perusahaan penjaminan sangat besar seiring tingginya permintaan kredit UMKM dan infrastruktur.

 

Selain itu, dia berharap dengan adanya BAMPPI ini juga memberikan rasa kepercayaan bagi pelaku industri untuk menggerakkan industri penjaminan lebih agresif. Menurut Misbakhun, di tengah proyek pemerintah menggerakkan sektor UMKM dan menggenjot proyek infrastruktur, maka peran industri penjaminan sangat penting untuk memberikan kepastian investasi.

 

“Porsi industri ini sangat kecil. Kebetulan pemerintah sedang membangun infrastruktur dan ini membuka peluang sangat besar. Industri penjaminan juga memberikan kekuatan finansial bagi UMKM. Jangan sampai industri ini dikuasai asing,” jelas Misbakhun.

 

Untuk diketahui, publik seringkali menganggap kegiatan industri penjaminan menyerupai industri asuransi. Padahal, terdapat perbedaan prinsip mendasar dari keduanya. Cara kerja perusahaan penjaminan (pembiayaan) memang memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan industri jasa keuangan lainnya.

 

Kegiatan bisnis perusahaan penjaminan melibatkan tiga pihak yakni penerima jaminan, terjamin, dan penjamin. Perusahaan penjaminan memberi jaminan kepada perusahaan jasa keuangan lain seperti bank atau pemberi hutang atas pembiayaan yang diberikan kepada nasabah atau kreditur. Sehingga, kegagalan pembayaran hutang kreditur menjadi tanggungan perusahaan penjaminan.

Tags:

Berita Terkait