Baleg DPR Lebih Memilih Putusan MA Ketimbang MK Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah
Utama

Baleg DPR Lebih Memilih Putusan MA Ketimbang MK Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

Mayoritas fraksi beralasan putusan MA No.23 P/HUM/2024 dinilai paling jelas mengatur tentang persyaratan usia calon kepala daerah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Mendagri Tito Karnavian memberikan dokumen pandangan pemerintah atas RUU Pilkada dalam rapat Panja di Baleg, Rabu (21/8/2024).  Foto: RES
Mendagri Tito Karnavian memberikan dokumen pandangan pemerintah atas RUU Pilkada dalam rapat Panja di Baleg, Rabu (21/8/2024). Foto: RES

Rapat panitia kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014  tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UU berlangsung dinamis. Salah satu substansi yang memicu perdebatan adalah pertentangan soal aturan batas usia pencalonan kepala daerah.

Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UU mengatur batas usia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

KPU mengatur teknis ketentuan itu dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU No.9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan KPU No.3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota yang menegaskan batas usia itu ‘terhitung sejak penetapan pasangan calon’.

Tapi ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU 9/2020 itu diberi pemaknaan berbeda oleh Mahkamah Agung (MA) melalui putusan MA No.23 P/HUM/2024 sehingga syarat batas usia calon kepala daerah itu “terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.”

Baca juga:

Hukumonline.com

Suasana rapat Panja RUU Pilkada antara Baleg, pemerintah dan DPD di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (21/8/2024). Foto: RES

Kemudian pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan No.70/PUU-XXII/2024 menyebut persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pada proses pencalonan dan bermuara pada penetapan calon.

Artinya, persyaratan usia calon kepala daerah terhitung sejak penetapan calon, bukan ketika dilantik. Namun mayoritas fraksi dalam rapat Panja RUU Pilkada sepakat memilih syarat usia calon kepala daerah sebagaimana putusan MA No.23 P/HUM/2024. Hanya fraksi PDIP yang memilih putusan MK No.70/PUU-XXII/2024 sebagai acuan syarat usia calon kepala daerah dalam RUU Pilkada.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ach Baidowi, mengatakan putusan MA lebih jelas dan detail mengatur ketentuan tentang syarat usia pencalonan kepala daerah. Sementara putusan MK hanya menolak seluruh permohonan. Semua yang disampaikan anggota Baleg DPR terkait 2 putusan itu menurut Baidowi secara logika sudah benar, tapi ada norma hukum yang harus dirujuk.

“Mayoritas fraksi merujuk pada putusan MA, DPD juga begitu, pemerintah menyesuaikan (setuju dengan Baleg,red),” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu saat memimpin rapat Panja RUU Pilkada, Rabu (21/8/2024).

Anggota Baleg dari fraksi PDIP, TB Hasanuddin, mengatakan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang menuai perdebatan mengenai syarat usia calon kepala daerah itu sudah jelas dalam RUU yang ditekankan adalah pengaturan tentang calon, bukan kepala daerah terpilih. “Jadi karena masih calon, ya waktu pendaftaran kemudian ditetapkan,” tegasnya.

Lebih lanjut mantan anggota Komisi I DPR itu memberikan contoh untuk menjadi perwira TNI prosesnya melalui akademi militer. Batasnya adalah ketika ditetapkan menjadi taruna akademi militer, bukan ketika jabatannya dilantik sebagai letnan. “Menurut hemat kami begitu,” urainya.

Politisi partai Demokrat, Benny K Harman, mengusulkan agar masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya terkait persoalan ini agar publik dapat mengetahui. Masalah ini bukan sebab apa yang diusulkan Baleg DPR RI tapi telah terbit 2 putusan dari lembaga tinggi negara yakni MA dan MK.

Putusan MK juga tidak menganulir putusan MA, sehingga sebagai pembentuk UU melihat keduanya punya norma yang sama. Kecuali jika putusan MK menyatakan putusan MA tersebut tidak berlaku.“Ini kita kemudian bingung pilih yang mana, saya setuju kalau ini pilihan politik kita yang ada di Baleg,” tegas anggota legislatif dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur I itu.

Benny menegaskan Baleg DPR menghormati MA dan MK sebagai lembaga tinggi negara. Malah dia mengkritik MK yang kerap dinilai hebat karena punya kewenangan membatalkan atau memberi makna terhadap UU seolah mengambil alih fungsi legislasi DPR.

“Kita sungguh-sungguh, bukan mau bela siapa tapi norma hukum ada di sini dan pilih mana itu pilihan politik dan itu sah,” imbuhnya.

Anggota fraksi PDIP lainnya, Arteria Dahlan, mengajak urun rembuk Baleg DPR karena secara jelas ada putusan yang perlu diakomodasi dalam RUU Pilkada. Menurutnya terdapat 2 putusan MK yang masing-masing menyoal tentang ambang batas pencalonan kepala daerah bagi partai politik dan batas usia pencalonan. Dia mengingatkan, soal syarat usia pencalonan tidak masuk ratio legis jika dihitung ketika dilantik.

“Kami hanya 1 fraksi suaranya,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait