Bakal Diboyong ke Paripurna, Revisi UU Kementerian Negara Hapus Batas Jumlah Kementerian
Utama

Bakal Diboyong ke Paripurna, Revisi UU Kementerian Negara Hapus Batas Jumlah Kementerian

Jumlah kementerian akan diatur secara fleksibel sesuai kebutuhan Presiden dengan menimbang efisiensi dan efektifitas.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi rapat Baleg. Foto: RES
Ilustrasi rapat Baleg. Foto: RES

Pemerintah dan DPR melanjutkan pembahasan revisi UU No.39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara dengan agenda pengambilan keputusan tingkat pertama bersama pemerintah. Hasilnya, disepakati RUU tentang Kementerian Negara bakal diboyong dalam rapat paripurna.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Willy Aditya mengatakan RUU Kementerian Negara sesuai mandat konstitusi yang menyebut Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UU. Presiden dibantu oleh menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dalam menyelengggarakan pemerintahan Presiden dibatasi prinsip negara hukum dan HAM.

Melalui revisi ini diharapkan penyelenggaraan pemerintahan yang dipimpin Presiden bisa mencapai tujuan nasional sebagaimana alinea keempat pembukaan UUD 1945. Untuk menyelenggarakan pemerintahan yang berjalan baik, Presiden perlu didukung para menterinya. Kementerian tersebut terkait dengan struktur yang dibentuk Presiden, termasuk jumlah kementerian yang dibutuhkan Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Pasal 15 UU 39/2008 mengatur jumlah Kementerian paling banyak 34.

“Ketentuan itu butuh penyesuaian karena tugas pemerintahan ke depan lebih strategis karena kita mau menyongsong Indonesia maju 2045,” ujarnya dalam rapat kerja dengan pemerintah terkait pembahasan RUU Kementerian Negara di Komplek Gedung Parlemen, Senin (9/9/2024).

Baca juga:

Penyesuaian terhadap jumlah kementerian itu menurut Willy perlu dilakukan juga, sebab tantangan global makin dinamis meliputi isu perdagangan, ekonomi, lingkungan hidup, dan lainnya. Kabinet pemerintahan ke depan perlu relevan dengan tantangan global dan visi Indonesia maju. Ketentuan Pasal 15 dinilai kaku karena tidak memberi fleksibilitas bagi Presiden dalam membentuk kementerian.

“Presiden perlu fleksibilitas dalam mengangkat menteri dan jumlah menteri yang diinginkan. Bisa saja tidak mencapai 34 atau malah lebih,” ujar Willy.

Selain mengubah Pasal 15, Willy menjelaskan ketentuan lain yang terdampak yakni menghapus penjelasan Pasal 10 mengenai posisi Wakil Menteri yang saat ini hanya terbuka untuk pejabat karir dan bukan anggota kabinet. Hal ini sejalan dengan pertimbangan merevisi UU 39/2008 agar kabinet bisa berjalan baik sesuai kebutuhan penyelenggaraan negara.

“Semoga RUU ini segera dibahas dan disahkan menjadi UU,” ujar politisi Partai Nasdem itu.

Mewakili pemerintah, Menteri PAN-RB, Abdullah Azwar Anas mengatakan langkah ini sebagai ikhtiar menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Sekaligus transformasi di berbagai bidang antara lain merekonstruksi tata pemerintahan yang responsif terhadap perkembangan masyarakat. Tata kelola pemerintahan diatur dalam UU, mencakup pemerintahan yang inklusif, transparan, dan kontekstual.

Beragam inisiatif dan rangan bangun UU oleh DPR menurut pria biasa disapa Anas itu, menjadi bagian penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Mengangkat dan memberhentikan Menteri termasuk membentuk, mengubah dan membubarkan Kementeriaan diatur Pasal 17 UU 39/2008 sebagaimana mandat konstitusi.

Tapi ketentuan itu pada dasarnya bukan untuk mengurangi atau malah menghilangkan hak Presiden, tapi memudahkan Presiden membentuk Kementerian. Arah UU 39/2008 yakni membangun pemerintahan yang efektif dan efisien. “Bukan berarti 1 urusan 1 Kementerian, tapi 1 Kementerian bisa mengemban lebih dari 1 tugas,” urainya.

Pemerintah mencatat 2 substansi utama revisi UU 39/2008. Pertama, menghapus penjelasan Pasal 10 mengenai status Wakil Menteri. Kedua, menyasar Pasal 15 yang mengatur batasan jumlah Kementerian. Sesuai usul tersebut pemerintah telah menyelesaikan 30 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang terdiri dari 23 DIM tetap, 4 DIM perubahan substansi dan 3 perubahan redaksional.

Abdullah sepakat usul DPR untuk menghapus penjelasan Pasal 10, hal ini merupakan mandat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.79/PUU-IX/2011. Sampai saat ini putusan itu belum ditindaklanjuti dengan menghapus Pasal 10 UU 39/2008. “Kami sepakat usul DPR menghapus penjelasan itu,” paparnya.

Begitu pula menghapus batas Kementerian sebagaimana Pasal 15 UU 39/2008. Beleid itu harus disesuaikan agar jumlah kementerian sesuai kebutuhan Presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga Pasal 15 perlu perubahan redaksional menjadi sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden.

Paripurna terdekat

Ketua Baleg, Wihadi Wiyanto mengatakan RUU ini merupakan inisiatif DPR sehingga tugas pemerintah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Pemerintah telah menyampaikan DIM kepada DPR yang totalnya 30 DIM dengan rincian 23 DIM tetap, 4 DIM perubahan substansi dan 3 DIM perubahan redaksional.

“Baleg berharap ini diselesaikan dalam waktu yang tidak lama dan RUU bisa masuk tahap pembicaraan tingkat II terdekat untuk disetujui menjadi UU apakah dapat disetujui? Setuju!,”

Pemerintah sudah menyodorkan 30 DIM RUU  Kementerian Negara.  Rinciannya 23 DIM tetap,  perubahan substansi sebanyak 4 DIM,  dan perubahan redaksional  sebanyak 3 DIM Baleg berharap RUU diselesaikan dalam waktu yang tidak lama, sehingga dapat masuk tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna terdekat untuk pengambilan keputusan menjadi UU.

“Apakah dapat disetujui? Setuju!,” ujar politis fraksi Gerindra itu dijawab setuju anggota Baleg yang hadir.

Setelah raker ditutup, dilanjutkan dengan rapat panitia kerja (panja) RUU Perubahan UU 39/2008 yang dipimpin Ketua Panja Achmad Baidowi. Anggota panja yang hadir dalam rapat sebanyak 30 dari 40 orang berasal dari 9 fraksi. Rapat panja berlangsung dinamis, berbagai anggota menyampaikan pendapatnya. Intinya tidak ada persoalan terhadap substansi revisi UU 39/2008, dan perdebatan didominasi soal redaksional Pasal-Pasal yang diubah seperti Pasal 15 dan Pasal 10.

“Masih ada beberapa materi dalam pembahasan yang harus di sinkronisasi dalam timus dan timsin,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait