Bakal Ada Pasal Pidana Rekayasa Kasus dalam RKUHP
Utama

Bakal Ada Pasal Pidana Rekayasa Kasus dalam RKUHP

Pemerintah bakal merumuskan norma pasal rekayasa kasus dalam RKUHP yang lebih tepat untuk kemudian dilakukan pembahasan lanjutan. Pasal rekayasa kasus menjadi kontrol terhadap aparat penegak hukum.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Usulan Arsul mendapat respon positif dari beberapa anggota Komisi III. Taufik Basari misalnya. Anggota DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat itu mengatakan usulan Arsul perlu didukung. Norma pasal rekayasa kasus difokuskan pada soal fabricated evidence. Dengan demikian, Ketika seseorang yang memalsukan alat bukti atau membuat bukti yang dimaksudkan untuk proses peradilan, maka harus diancam hukuman pidana.

Anggota Panja RKUHP, Hinca Pandjaitan melanjutkan kewenangan penyidik sebagai aparat penegak hukum amatlah besar. Karenanya menjadi keharusan adanya mekanisme kontrol yang efektif agar kepolisian dapat menjalankan tugasnya secara professional dan tidak menyalahgunakan kewenangannya. Menurutnya, banyak pengalaman di kepolisian tingkat Polsek dalam menyidik perkara tidak terkontrol. “Kita sering menyampaikan, setajam-tajamnya peluru pistol, lebih tajam pulpennya. Mau jadi apa ini barang,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu juga mendorong agar pasal yang mengatur rekayasa kasus perlu dituangkan dalam draf RKUHP sebagai bagian kontrol power penyidik kepolisian. Meskipun terdapat pengawasan internal, tapi dipandang penting adanya kontrol eksternal melalui aturan di RKUHP. Sebab, fabricated evidence dalam banyak perkara sudah sedemikian terbuka.

Dalam kasus narkoba misalnya, aparat menargetkan kasus narkoba dalam waktu tertentu dan harus mengejar target. Makanya dibuatlah rekayasa kasus narkoba yang sudah menjadi rahasia umum. Hinca yakin masih terdapat kesempatan untuk menghentikan praktik dugaaan rekayasa kasus.  “Untuk formula normanya nanti kita bahas di tanggal 21 atau 22 November 2022,” kata dia.

Anggota Panja dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Muhammad Nasir Djamil mendukung usulan penambahan pasal rekayasa kasus. Ia mengutip catatan lembaga swadaya masyarakat periode 2019-2022 terdapat 27 kasus rekayasa. Menurutnya, negara melalui aparat penegak hukum harus melindungi masyarakat, bukan malah sebaliknya.

“Karena itu, saya pikir rekayasa kasus ini perlu dipikirkan untuk kita bicarakan dalam perubahan KUHP,” katanya.

Menanggapi usulan penambahan pasal rekayasa kasus, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pemerintah dapat menerima berbagai usulan banyak anggota Komisi III. Hal ini dapat menjadi bahan pembahasan lanjutan. Menurutnya, pemerintah pun tak keberatan dengan usulan penambahan pasal rekayasa kasus.

“Nanti kita akan mencari formulasi yang tepat, terutama ini mau diletakkan di bab mana? Nanti kita akan mencari (rumusan yang tepat, red).” 

Tags:

Berita Terkait