Bahaya Sengketa Pertanahan dan Kepastian Hukum atas Tanah
Berita

Bahaya Sengketa Pertanahan dan Kepastian Hukum atas Tanah

Sengketa pertanahan ditengarai dapat menimbulkan konflik di masyarakat.

RED
Bacaan 2 Menit
Presiden Joko Widodo pada saat menyerahkan sertifikat tanah di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa (21/1). Foto: Humas Kementerian ATR/BPN
Presiden Joko Widodo pada saat menyerahkan sertifikat tanah di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa (21/1). Foto: Humas Kementerian ATR/BPN

Sengketa pertanahan menjadi salah satu alasan sulitnya masyarakat memperoleh sertifikat tanah. Hal ini diakui Presiden Joko Widodo pada saat menyerahkan sertifikat tanah di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Selasa (21/1). Menurut Jokowi, keluhan mengenai sengketa pertanahan sering ia temui karena masyarakat tidak memegang sertifikat tanah.

 

"Dari 2015, setiap saya ke daerah keluhannya selalu tentang sengketa pertanahan. Ini dikarenakan masyarakat tidak memegang yang namanya sertifikat tanah," kata Jokowi dalam siaran pers Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang diterima Hukumonline, Rabu (22/1).

 

Menurut Jokowi, sengketa pertanahan itu berbahaya karena dapat menimbulkan konflik di masyarakat. Atas potensi bahaya yang besar tersebut, ia pun memerintahkan kepada Menteri ATR/Kepala BPN untuk mempercepat pembuatan sertifikat tanah seluruh wilayah di Indonesia.

 

"Sebelum tahun 2017, Kantor Pertanahan di daerah menerbitkan 500.000 sampai 1.000.000 sertifikat tiap tahunnya sementara jumlah bidang tanah di wilayah Indonesia 126 juta bidang tanah dan baru bersertifikat sekitar 46 juta bidang tanah," tambahnya.

 

Jika konflik tanah terus berlangsung, lanjut Jokowi, masyarakat harus menunggu 160 tahun apabila ingin mendapat sertifikat tanah. "Untuk itu, saya minta kepada Menteri ATR/Kepala BPN agar menerbitkan 5 juta sertifikat tanah pada tahun 2017, sebanyak 7 juta pada tahun 2018 dan 9 juta pada tahun 2019. Harus begitu, yang penting masyarakat dilayani," katanya.

 

Baca:

 

Terkait sengketa tanah, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra mengatakan bahwa penanganan sengketa pertanahan merupakan salah satu tugas utama dari Kementerian ATR/BPN. Ia berharap, seluruh jajaran kantor pertanahan di daerah untuk tanggap jika terjadi sengketa pertanahan.

 

"Sertifikat tanah itu harus abadi artinya berlaku seumur hidup untuk pemiliknya. Tugas kami adalah menjaga hal tersebut. Saya juga meminta agar seluruh jajaran Kantor Pertanahan di daerah giat melakukan komunikasi dengan aparat hukum terkait penanganan sengketa tanah," kata Surya.

 

Surya juga menambahkan selain membantu penanganan sengketa pertanahan, tugas dari Kementerian ATR/BPN adalah menyelesaikan pendaftaran tanah-tanah di Indonesia pada tahun 2025.

 

Penelusuran Hukumonline, dari data statistik perkara perdata dengan klasifikasi objek sengketa tanah tahun 2017 yang tertera di Badilum Mahkamah Agung, bahwa terbanyak adalah perkara objek sengketa tanah/perbuatan melawan hukum dengan total 5856 perkara yang masuk tahun tersebut. Sedangkan yang masuk terendah adalah perkara objek sengketa tanah/perbuatan melawan hukum/hak ulayat/persekutuan adat dengan total 6 perkara.

 

Hukumonline.com

 

Sementara itu, Kementerian ATR/BPN juga telah bersinergi dengan Kejaksaan Agung dalam hal kepastian hukum atas tanah. Sinergi tersebut tertuang dari ditandatanganinya Nota Kesepahaman antar dua institusi itu. "Sinergi antara Kementerian dan Lembaga Negara ini adalah suatu keniscayaan, karena pada dasarnya tugas kita sama, untuk rakyat," kata Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil.

 

Ia menuturkan, selama ini Kementerian ATR/BPN melaksanakan beberapa program strategis nasional di antaranya adalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum serta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Namun dalam pelaksanaannya, program ini terhambat karena berbedaan cara pandang akan suatu regulasi antara pelaksana dengan aparat penegak hukum.

 

"Supaya tidak terjadi kesalahpahaman di antara kedua pihak di masa yang akan datang, kita akan lakukan training bersama dengan teman-teman di kejaksaan," tambah Sofyan.

 

Perjanjian kerja sama ini juga disambut baik oleh Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanudin. Ia turut menyambut baik rencana pelatihan bersama yang diungkapkan oleh Sofyan Djalil.

 

"Kita sama-sama mengabdi untuk masyarakat, dengan kerja sama ini kita semakin mendekat, komunikasi semakin mudah. Silahkan teman-teman BPN gunakan yang ada pada kami di Kejaksaan, ada Badan Diklat kami siap menerima teman-teman BPN," ujar Burhanudin.

 

Dalam kesempatan tersebut, Burhanuddin juga memerintahkan jajarannya di daerah untuk melakukan pertemuan dengan jajaran BPN di daerah, untuk membangun kerjasama. "Pulang dari sini, para Kajati segera bertemu dengan Kakanwil, lakukan kerja sama. Kemudian Kajati perintahkan Kajari untuk bertemu dengan Kepala Kantor Pertanahan, kita ini adalah satu memberikan keadilan untuk masyarakat," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait