Bahas RUU Cipta Kerja di Masa Reses Menuai Kritik
Berita

Bahas RUU Cipta Kerja di Masa Reses Menuai Kritik

Ketentuan masa reses diatur dalam Tata Tertib DPR. Namun tidak mengatur secara tegas larangan membahas RUU di masa reses, sehingga menjadi justifikasi bagi kepentingan politiknya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Meski masa reses dan masih kondisi pandemi Covid-19, Badan Legislasi (Baleg) terus tancap gas untuk membahas draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Di sisi lain, pimpinan DPR malah tak mengizinkan digelarnya rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan sejumlah institusi aparat penegak hukum terkait kasus Djoko Tjandra karena tidak diatur dalam Tata Tertib DPR.

Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Fajri  Nusyamsi menilai langkah Baleg dan pemerintah yang tetap ngotot membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja di masa reses sejak Rabu (22/7) kemarin tak sejalan dengan Tata Tertib DPR. Bila melihat Peraturan DPR No.1 Tahun 2014 sebagaimana telah diperbaharui dengan Peraturan DPR No.2 Tahun 2018 tentang Tata Tertib (Tatib) jelas membedakan antara masa reses dan masa sidang.

“Ini yang menjadi kritik PSHK bahwa DPR masih melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja di masa reses,” ujar Fajri kepada Hukumonline, Kamis (23/7/2020). (Baca Juga: Ini Tujuh Dampak Negatif RUU Cipta Kerja terhadap Publik)

Misalnya, Pasal 1 angka 13 Tatib DPR menyebutkan, “Masa sidang adalah masa DPR melakukan kegiatan terutama di dalam gedung DPR”. Sedangkan Pasal 1 angka 14 menyebutkan, “Masa reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.”

Dia menilai meski pembahasan RUU di masa reses tak melanggar proses pembentukan RUU secara formil, sepanjang tak ada pengambilan keputusan, tapi praktik pembahasan RUU di masa reses tak lazim atau tak dapat dibenarkan. Sebab, mengacu Pasal 1 angka 14 Tatib DPR, masa reses menjadi waktu bagi anggota DPR kembali ke daerah pemilihan (Dapil) masing-masing untuk menyerap aspirasi.

Kata lain, aktivitas utama anggota DPR di masa reses adalah berinteraksi dengan para konstituennya di Dapil masing-masing. Sebaliknya, jika masa reses digunakan menggelar rapat pembahasan RUU, anggota DPR dianggap abai terhadap tugas mendasarnya sendiri sebagai wakil rakyat.

“Ketentuan mengenai masa reses dan proses pembentukan RUU di DPR sudah ada dalam peraturan internal DPR, khususnya Tatib DPR. Ini seharusnya jadi dasar bertindak anggota DPR sekaligus menjadi alat pemantauan kinerja DPR oleh masyarakat,” katanya.

Fajri menegaskan Tatib DPR memang tidak mengatur secara tegas larangan pembahasan RUU di masa reses. Hal ini menjadi justifikasi anggota dewan bagi kepentingan politiknya dan membiarkan proses ketidaktransparanan terhadap publik yang tidak paham. Ujungnya, masyarakat tidak ikut memantau kinerja wakil rakyatnya.

Menurutnya, pembahasan RUU Cipta Kerja di masa reses menjadi wujud inkonsistensi DPR dalam menetapkan standar RUU prioritas. Alasan sebagian RUU lain tidak menjadi prioritas lantaran ada kesulitan dalam pembahasan, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

“Praktik pembahasan RUU Cipta Kerja di masa reses menjadi bukti bahwa tidak seharusnya RUU lain seperti RUU PKS, yang kenyataanya mendapat dukungan dari publik, dikeluarkan dari Prolegnas,” katanya.

Terpisah, anggota Komisi V DPR Syahrul Aidi Maazat mengatakan DPR dan pemerintah semestinya fokus pada fungsinya masing-masing di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah semestinya fokus dalam penanganan mengatasi wabah virus corona. Sementara DPR di tengah masa reses, anggota dewan kembali ke Dapil masing-masing bertemu konstituennya.

“Kita mencermati di masa reses 'dikebut' untuk dibahas seperti yang terjadwal pada Rabu (22/7)," kata Syahrul Aidi Maazat di Jakarta.

RUU Cipta Kerja mengangkat persolan penyebab lemahnya investasi masuk ke Indonesia. Begitu pula berbelitnnya proses perizinan yang berdampak terhambatnya investor masuk ke Indonesia.  Pemerintah menggadang-gadang RUU Cipta Kerja menjadi “obat” terhadap persoalan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sayangnya tak memberi bukti berapa pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan bakal dicapai bila RUU Cipta Kerja berhasil disetujui DPR.

“Draf RUU dan naskah akademiknya terkesan dipaksakan untuk segera masuk dan dibahas. Banyak sekali inkonsistensi dan ketidakjelasan konsep dalam draf dan naskah akademik RUU Cipta Kerja yang akan merevisi 78 UU ini, tapi argumentasi yang diberikan sangat sedikit,” kritik politisi dari Fraksi PKS ini.

Amat dibutuhkan

Berbeda dengan Fajri dan Syahrul, Anggota Baleg Rahmat Muhajirin berpendapat anggota DPR tak mengenal libur maupun cuti. Makanya rapat pembahasan RUU pun dapat digelar di masa reses. Seperti pembahasan RUU Cipta Kerja. Baleg pun, kata Rahmat, tak mempersoalkannya.

Apalagi, RUU Cipta Kerja amat dibutuhkan dalam menanggulangi dampak dari pandemi Covid-19. Dengan begitu, rencana Komisi III DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Gabungan institusi penegak hukum membahas kasus Djoko Tjandra dapat dikesampingkan. “Hal ini sudah sesuai dengan peraturan tata tertib (tatib) DPR dan Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3),” kata dia.

Rahmat menjelaskan, saat ini terdapat 37 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2020. Sementara RUU yang sudah masuk tahap pembahasan tingkat I sebanyak 10 RUU. Dengan begitu masih terdapat 27 RUU yang harus dibahas. Yang pasti, kata Rahmat, RUU Cipta Kerja menjadi kebutuhan dalam mengatasi keterpurukan.

“Sekarang kita di Baleg punya kewenangan sendiri kenapa harus dibicarakan di masa reses RUU Cipta Kerja. RUU ini sangat dibutuhkan sekali, untuk Indonesia masuk ke dalam kehidupan new normal. Artinya, UU ini sangat dibutuhkan segera,” kata anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra itu.

Seperti diketahui, Baleg dan pemerintah tetap keukeuh membahas DIM RUU Cipta Kerja sejak Rabu (22/7) di masa reses. Sejauh ini, pembahasan RUU Cipta Kerja sudah masuk Bab III terkait peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.

Tags:

Berita Terkait