Menyelesaikan permasalahan tersebut, pihak JPO menutup website dan media sosial yang menjual barang palsu, serta melakukan investigasi yang meliputi penelusuran domain maupun nama laman untuk dilakukan penghapusan.
JPO juga menyampaikan bahwa masih terdapat peredaran barang palsu secara konvensional yang pada tahun 2021 lalu diungkap Bea Cukai Pajak Jepang. Pada tahun tersebut ada kasus 819.411 kasus, di antaranya merupakan barang ilegal pelanggaran Kekayaan Intelektual (KI).
“Tidak bisa kami pungkiri, bahwa di Indonesia banyak sekali oknum yang memproduksi barang palsu. Oleh sebab itu, Indonesia ingin mengundang pihak Jepang untuk melakukan Memorandum of Understanding dengan e-commerce dan Satgas Ops agar lebih mudah saat takedown barang yang diduga palsu,” pungkas Anom.
Sebagai Informasi, kegiatan transfer pengetahuan ini merupakan salah satu dari beberapa cara yang dilakukan oleh DJKI untuk mengeluarkan Indonesia dari Priority Watch List (PWL) yang disematkan United States Trade Representative (USTR) atau Perwakilan Dagang Amerika Serikat.