Bagir Manan: KPK Harus Strong, But Not Too Strong
Berita

Bagir Manan: KPK Harus Strong, But Not Too Strong

Revisi UU KPK tersebut jangan dilihat sebagai suatu pelemahan, tetapi dilihat apakah revisi tersebut bisa menguatkan KPK atau tidak.

HAG
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan. Foto: RES
Mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan. Foto: RES
Mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, menyatakan bahwa KPK harus strong, but no too strong. Hal ini terkait dengan wacana revisi UU KPK yang belum lama ini ramai diperdebatkan. Menurutnya, revisi UU KPK tersebut jangan dilihat sebagai suatu pelemahan, tetapi dilihat apakah revisi tersebut bisa menguatkan KPK atau tidak sehingga yang dibutuhkan sekarang adalah KPK yang kuat tetapi tidak terlalu kuat.

“KPK harus strong, but not too strong. Selama korupsi masih menjadi tindak pidana yang diperberat atau extraordinary crime, diperlukan adanya extraordinary institution dan extraordinary processinguntuk memberantasnya,” papar Bagir pada acara “Revisi UU KPK, Urgentkah?” yang digelar oleh Ikatan Alumni UNPAD, di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung pada Jumat (4/3).

Menurutnya, pembatasan kekuasaan juga diperlukan oleh KPK agar tidak terjadi over tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely. Pembatasan tersebut juga tidak hanya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasan melainkan juga menjadi tuntutan hukum, dan untuk menjaga dari tuntutan HAM dan juga perlindungan hukum.

“Pembatasan kekuasan tidak hanya mencegah akses power. Mungkin masih perlu diperlukan strong KPK but not too strong, sehingga tidak melanggar asas-asas di atas. Melalui hukum subtantif yang mengatur sehingga adanya rincian kewenangan dan dia hanya boleh bekerja dengan lingkup kewenangan tersebut. Power tends to corrupt,” paparnya.

Dia menjelaskan hukum tertulis ialah untuk membatasi kekuasaan pelakasana hukum. Untuk melindungi rakyat atas penindasan atas nama hukum, Check and balances. Sehingga akan mengendalikan satu sama lain. Baik secara konseptual, pembatasan terhadap KPK merupakan suatu kemestian, karena kekuasaan itu harus ada batasnya.

“Kadang-kadang kita juga yang salah memberikan gelar superbody, kita sendiri cari penyakit, dan orang senang dipuji lalu kemudian lupa. Di pihak lain selama korupsi masih extraordinary crime KPK yang strong tetap dibentuk tetapi tidak boleh too strong sehingga menutup memungkinan untuk berlaku sewenang-wenang,” ujarnya.

Namun, yang perlu diperhatikan apabila ingin melakukan pembatasan terhadap KPK adalah mengapa dan untuk apa mengubah suatu peraturan. Apakah konsekuensi perubahan atau pembentukan undang-undang, salah satu kelemahan yang paling dasar, usul mengubah UU KPK yaitu ketidakmampuan penyusun untuk mengutarakan secara komprehensif sehingga masyarakat meraba-raba bahkan ada kesan, seperti ada agenda poltik dibalik perubahan UU KPK tersebut.

Sehingga, menurutnya, penegak hukum mesti menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah para pengusul inisiatif yakin bahwa eskalasi korupsi tidak lagi meluas? Kalaupun terjadi sangatlah terbatas sehingga sangat terpengaruhi naluri-naluri dan prosedur-prosedur biasa.

“Apakah para pengusul inisiatif telah berkesimpulan bahwa usaha empowering lembaga-lembaga penegak hukum diluar KPK telah berhasil dengan baik dan akan menjamin hukum acara korupsi secara biasa? Apakah para pengusul inisiatif telah berkesimpulan bahwa KPK yang powerfullterbukti makin banyak melakukan tindakan excessive atau arbitrarydalam penindakan korupsi? Apakah para pengusul inisiatif telah berkesimpulan bahwa sistem dan upaya pencegahan korupsi melalui penataan politik dll. (good and clean government)telah baik? Apakah para pengusul inisiatif telah berkesimpulan bahwa korupsi bukan clear and present dangerbagi Negara kita?” jelas Bagir.

Kemudian ketidakpercayaan kepada penegak hukum selain KPK, bukan hanya didasarkan kelemahan kapasitas atau karena kelemahan manajemen. Lebih mendasar ke integritas dan martabat yang tidak berkembang baik secara institusional maupun kelembagaan. Korupsi, melaju seperti deret ukur, sedangkan memberantasnya seperti deret hitung. Sehingga sekurang- kurangnya diperlukan tiga hal untuk menghapus korupsi.

“Korupsi bukan hanya delik yang diperbat menjadi extraordinary crime. Tetapi dibutuhkan extraordinary crime,diperlukan adanya extraordinary institution dan extraordinaryproceeding,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait