Bacakan Pledoi, Bupati Bogor Nonaktif Menangis Minta Maaf
Utama

Bacakan Pledoi, Bupati Bogor Nonaktif Menangis Minta Maaf

Rahmat juga sempat menyampaikan pesan moral ke KPK.

ANT
Bacaan 2 Menit
Bupati Bogor Nonaktif Rahmat Yasin. Foto: RES
Bupati Bogor Nonaktif Rahmat Yasin. Foto: RES

Bupati Bogor nonaktif Rahmat Yasin terdakwa kasus suap tukar menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri sebesar Rp4,5 miliar menangis saat menyampaikan permohonan maaf telah bersalah karena perbuatannya itu kepada keluarga dan masyarakat Kabupaten Bogor.

"Secara terbuka saya minta maaf kepada masyarakat Kabupaten Bogor, dan keluarga saya," kata Rahmat Yasin saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bandung, Kamis (13/11).

Rahmat Yasin sempat menangis ketika membacakan pembelaan yang menyampaikan permohonan maafnya khusus kepada keluarga yakni orang tua, saudara, anak dan istrinya. Suara Rahmat Yasin sempat terhenti kemudian bernada pelan ketika menyebutkan nama keluarganya itu, lalu kembali membacakan pleidoi yang ditulisnya sendiri di hadapan majelis hakim.

Ia mengibaratkan, perbuatannya itu seperti kemarau setahun sirna oleh hujan satu hari yang artinya banyak kebaikan yang telah diperbuat harus sirna karena satu perbuatan. "Seolah-seolah saya ini melakukan kejahatan, sehingga saya dituntut hukuman tinggi. Seperti kemarau setahun sirna oleh hujan satu hari," katanya.

Penyesalannya itu dibuktikan juga dengan mengajukan pengunduran diri dari jabatan Bupati Bogor ke Mendagri meskipun sidang belum selesai. Selain itu, Rahmat Yasin juga telah menyerahkan uang pemberian dari pihak PT Bukit Jonggol Asri, Cahyadi Kumala melalui anak buahnya Yohan ke KPK sebesar Rp3 miliar.

"Jika membuka kesempatan sekali lagi, saya tidak akan mengulanginya lagi," kata politisi PPP itu.

Selain mengakui perbuatannya, dia juga berharap kepada hakim agar meringankan hukumannya dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni tujuh tahun enam bulan penjara.

Ia berharap, hakim dapat mempertimbangkannya dengan prestasi yang telah diraih Bupati Bogor serta pengabdiannya untuk masyarakat dan negara melalui berbagai kegiatan organisasi sejak usia 17 tahun, kemudian saat menjabat bupati.

"Saya pernah melakukan kebaikan buat negara, selama jadi bupati juga mendapatkan anugerah, prestasi yang dapat menjadi pertimbangan dalam memutus perkara ini," katanya.

Pesan Moral untuk KPK

Masih dalam pembacaan pledoinya, Rahmat juga berharap agar pejabat publik jangan mengurusi partai politik untuk mengurangi beban jabatan yang dikhawatirkan berbuat korupsi.

Pernyataan tersebut disampaikan dihadapan majelis hakim di Pengadilan Tipikor, Bandung yang secara khusus diusulkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar tidak ada lagi pejabat publik melakukan tindakan korupsi. "KPK harus mampu melarang pejabat publik untuk tidak mengurus partai politik untuk mengurangi beban," katanya.

Ia menjelaskan, pernyataan dalam pleidoi itu sebagai pesan moral kepada KPK untuk mendorong perubahan regulasi tentang kepala daerah merangkap jabatan sebagai Ketua Partai Politik. "Saya sudah sampaikan dalam pleidoi saya tadi pesan moral saya kepada KPK untuk mendorong perubahan regulasi yang membolehkan kepala daerah atau bupati merangkap jabatan sebagai ketua parpol," katanya.

Menurut dia, tentang rangkap jabatan pejabat publik dengan partai politik sudah mulai diberlakukan oleh Presiden Jokowi terhadap menterinya. "Presiden Jokowi sudah memulai, menterinya tidak boleh merangkap ketua umum, ya efeknya semua orang sudah tahu lah," kata politisi PPP itu.

Menurut dia, sebagai pejabat publik kemudian merangkap sebagai pimpinan partai politik cukup sulit untuk tidak melakukan korupsi.

Ia berharap melalui larangan itu dapat mencegah segala tindakan korupsi yang dilakukan pejabat publik. "Pemberantasan korupsi jika tidak diimbangi dengan pencegahan akan sulit," katanya.

Ia mengungkapkan, tidak pernah terlintas untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum. "Bahkan seumur hidup baru kali ini mengikuti rangkaian sidang sebagai terdakwa," katanya.

Persidangan sebelumnya Rahmat Yasin terdakwa kasus suap tukar menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri sebesar Rp4,5 miliar itu mengungkapkan bahwa sebagian uang suap yang diterimanya dari pihak perusahaan Cahyadi Kumala melalui anak buahnya Yohan dibagikan ke organisasi politik.

Rahmat kepada hakim menyampaikan dirinya sebagai Bupati Bogor maupun sebagai pimpinan organisasi politik selalu ada yang meminta bantuannya. Permintaan bantuan dari bawahannya itu, kata Rahmat, dibantu dengan menggunakan uang dari praktik suap tersebut.

Sebelumnya,  JPU KPK mununtut terdakwa tujuh tahun enam bulan penjara denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Terdakwa dinilai JPU terbukti bersalah melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.

Sidang yang dipimpin Barita Lumban Gaol, SH itu akan dilanjutkan sidangnya dengan agenda putusan 27 November 2014.

Tags:

Berita Terkait