Ayat-Ayat Pilihan untuk Literasi (Hukum) Perumahan
Resensi

Ayat-Ayat Pilihan untuk Literasi (Hukum) Perumahan

Sebuah buku hukum yang disajikan dengan bahasa yang ringan, mengalir, dan puitis. Ada keberpihakan penulis pada penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Buku 'Ayat-Ayat Perumahan Rakyat' dengan latar belakang rumah dan gedung-gedung di Jakarta. Foto: MYS
Buku 'Ayat-Ayat Perumahan Rakyat' dengan latar belakang rumah dan gedung-gedung di Jakarta. Foto: MYS

Seluk beluk pembangunan perumahan dari sisi hukum termasuk yang jarang dibahas dalam literatur. Ada beberapa buku yang membahas aspek hukum kondominium, rumah susun, dan pembangunan perumahan, tetapi lebih sering mengutip ulang rumusan Undang-Undang ke dalam teks buku. Sebagian lagi menyandarkan tak semata pada bunyi rumusan Undang-Undang, melainkan pada argumentasi sosiologis dan filosofis penyediaan rumah tersebut.

 

Salah satu referensi terbaru yang layak dikemukakan adalah buku ‘Ayat-Ayat Perumahan Rakyat’ karya Muhammad Joni. Karya pria yang berprofesi sebagai advokat ini diterbitkan pada Januari 2018 oleh beberapa lembaga: HUD Institute, Lembaga Perlindungan Konsumen Properti dan Keuangan (LPKPK), Smart Property Consulting, dan kantor hukum yang didirikan penulis Joni & Tanamas Law Office. Seperti disebut penulis sendiri, judul buku ini menggunakan kata ‘ayat’ karena masalah perumahan itu ibarat hutan belantara di dunia hukum, yang disebut belantara hukum perumahan. Dengan menyebut ‘ayat’ laksana satu tegakan pohon saja di antara begitu banyak pohon dalam belantara itu.

 

Meskipun hanya ‘sebatang tegakan pohon’, buku ini sebenarnya menyajikan beragam tulisan tentang (hukum) perumahan. Kita bisa mendapati analisis tentang rumah susun, sementara pada bagian lain ada uraian tentang bank tanah; dan di bagian lainnya kita bisa membaca ulasan tentang Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Sebagai orang yang berkecimpung pada isu-isu konstitusi, penulis juga banyak mengulas landasan konstitusional penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

 

(Baca juga: Pemerintah Ingin Ruah MBR Pakai Konsep Green Property)

 

Buku ini sebenarnya berasal dari 77 artikel penulis yang dimuat di sejumlah media. Benang merah dari keseluruhan tulisan itu adalah standing point atau keberpihakan penulis pada penyediaan rumah bagi warga berpenghasilan rendah (MBR). Bagi penulis, bermukim di satu rumah atau punya tempat tinggal bukan sekadar pemenuhan hak dasar, tetapi juga cerminan penghargaan atas harkat dan martabat manusia (hal. 6).

 

Judul

Ayat-Ayat Perumahan Rakyat

Penulis

Muhammad Joni, SH. MH.

Cet.1

Januari 2018

Penerbit

LPKPK, HUD Institute, Joni & Tanamas Law Office, dan SPC, Jakarta

Halaman

267 + xxxix

 

Standing penulis berangkat dari pandangan sederhana bahwa semakin lama lahan yang tersedia untuk perumahan semakin sempit, berkelindan pula dengan kecenderungan naiknya harga tanah dan harga rumah. Tengok saja di kawasan perkotaan atau kawasan penyangganya, berapa banyak warga tinggal di rumah tak layak huni. Jika dibiarkan terus, dampaknya bukan semata pada aspek sosiokultural, tetapi juga pada keekonomian. Karena itu pula, dalam beberapa bagian, penulis menyinggung pentingnya ‘intervensi’ pemerintah dalam pemenuhan perumahan rakyat.

 

Penulis berpandangan kebijakan atau regulasi tentang properti tak mungkin nihil kepentingan publik. Kepentingan publik itu pula yang penting digunakan dalam intervensi dimaksud. Hukum properti tak hanya berkaitan dengan perjanjian antara developer dengan warga yang ingin memiliki rumah di kompleks perumahan tertentu, tetapi juga bertemali dengan kepentingan publik. Kepentingan publik adalah ruhnya! (hal. 246-247). Itu pula sebabnya, pembangunan perumahan tak akan lepas dari tata kelola lingkungan sekitar seperti pembangunan kawasan perkotaan (urban development). Dalam konteks pemikiran inilah kita dapat memahami ruh tulisan tentang beleid reklamasi pantai utara Jakarta (hal. 108-110).

 

Benang merah lain yang bisa dibaca dari tulisan-tulisan ini adalah prinsip keberimbangan, semisal keberimbangan hunian, keberimbangan peran antara pemerintah dan swasta, dan keberimbangan perumahan untuk rumah untuk rakyat yang beragam stratifikasi sosial. Sekali lagi, ketiadaan intervensi pemerintah menyebabkan tanah menjadi komoditas yang sangat mahal, dan berkontribusi pada sulitnya menyediakan rumah bagi MBR.

 

(Baca juga: 4 Hal Ini Hambat Implementasi Hunian Berimbang untuk Masyarakat Kecil)

 

Buku ini terasa agak berbeda daripada buku hukum perumahan lainnya karena cara menyajikan teks. Menyadari buku ini lebih bertujuan untuk literasi perumahan, Joni menggunakan bahasa yang ringan, mengalir, dan puitis. Di satu sisi, pembaca tak perlu mengerutkan kening untuk membaca buku setebal 267 halaman ini; dan di sisi lain mudah memahami pijakan hukum yang melandasi pandangan penulis. Gaya penulisan yang demikian juga mencerminkan bahwa penulis paham masalah, dan bukan orang baru dalam isu perumahan. Joni memang tercatat sebagai Sekretaris Umum The Housing and Urban Development Institute, Ketua LPKPK, pendiri Smart Property Consulting.

 

Terlepas dari kesalahan ketik pada beberapa bagian, buku ini layak untuk dibaca khususnya mereka yang tertarik menggeluti kebijakan pertanahan dan perumahan. Buku ini, seperti diurai penulis, ‘bukan hanya ujaran beraksara patik kepada sang waktu’. Dan jika tiba waktu luang itu, teramat sayang jika Anda mengabaikan aksara-aksara yang telah terguratkan dalam buku ini.

 

Aksara demi aksara menjadi bahasa. Dan, ingatlah, bahasa itu adalah hukum paling tua. Itulah yang dipersembahkan penulisnya kepada majelis pembaca yang bersemangat.

 

Selamat membaca…

Tags:

Berita Terkait