Sehingga, uang kembalian merupakan bentuk dari transaksi dengan tujuan pembayaran dan penyelesaian kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang, maka wajib menggunakan rupiah.
Bagi penjual atau pelaku usaha yang tidak menjalankan ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang tersebut diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Sementara itu dalam rezim UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengenai uang kembalian berupa permen ini tidaklah diatur secara eksplisit. Konsumen pada dasarnya mempunyai kewajiban untuk beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa serta membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
Di sisi lain, pelaku usaha juga wajib untuk beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Artinya, jika konsumen membayar dengan nilai tukar yang disepakati, maka ketika konsumen membayar dengan uang, bentuk uang kembalian juga harus berbentuk uang atau dalam satuan rupiah bukan berbentuk permen. Sebaliknya, jika kita andaikan permen tersebut digunakan sebagai alat pembayaran dari konsumen kepada pelaku usaha, pelaku usaha tentu tidak bersedia menerimanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum kembalian dengan permen tidak diperbolehkan, baik dalam UU Mata Uang maupun UU Perlindungan Konsumen. Selain karena pelaku usaha wajib beriktikad baik dan pembayaran harus dengan nilai tukar yang disepakati, uang kembalian ditukar permen juga bukan merupakan alat pembayaran sehingga dapat diancam pidana kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp200 juta.