Awal 2013, Pemerintah Berikan Kado di Sektor Energi
Review 2013:

Awal 2013, Pemerintah Berikan Kado di Sektor Energi

Insentif bagi pengusaha, kontrol bagi rakyat.

KAR
Bacaan 2 Menit
Awal 2013, Pemerintah Berikan Kado di Sektor Energi
Hukumonline
Sepanjang tahun 2013, tercatat beberapa dinamika kebijakan dan peristiwa di sektor energi. Bagi pengusaha, pemerintah telah merumuskan beragam insentif. Mulai dari peningkatan produksi hingga pengurangan pajak. Di sisi lain, pemerintah melakukan kontrol terhadap konsumsi energi masyarakat dengan mengurangi subsidi listrik dan pengendalian bahan bakar minyak bersubsidi.

Rakyat memulai awal tahun dengan menerima hadiah yang tak manis dari pemerintah. Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2013, Pemerintah menaikkan Tarif Tenaga Listrik (TTL) bertahap per triwulan hingga mencapai 15% pada akhir tahun. Memang, tak semua rakyat menerima kado awal tahun tersebut. Kenaikan TTL hanya menyasar beberapa golongan masyarakat.

Kenaikan TTL berlaku bagi golongan masyarakat yang menikmati konsumsi listrik 1.300 VA. Sementara itu, konsumen 450VA hingga 900VA tidak dinaikan. Pemerintah bersama DPR menhitung, kenaikan listrik menghemat anggaran sebesar Rp. 14,89 triliun. Subsidi tahun berjalan sebesar Rp. 78,63 triliun dan apabila tidak dinaikkan diperlukan subsidi sebesar Rp. 93,52 triliun. Penerima subsidi listrik adalah masyarakat yang menikmati 450 VA dan 900 VA dengan total  39.180.800 pelanggan.

Rupanya, menaikan tarif listrik di awal tahun dinilai sebagai langkah yang tepat. Menurut Pengamat Ekonomi, Aviliani, hal ini karena perhitungan inflasi Indonesia pada tahun ini tidak terlalu berdampak pada daya beli masyarakat. Menurut Aviliani, inflasi tahun 2013 diprediksi 4,5% dan dampak yang akan ditimbulkan dari adanya penyesuaian TTL adalah sekitar 0,3 hingga 0,5% terhadap prediksi inflasi. Dengan demikian, Aviliani yakin inflasi Indonesia di akhir tahun 2013 bisa berkisar pada angka 4,8% hingga 5% atau maksimal 5,5%.

"Kebijakan untuk melakukan  penyesuaian TTL di tahun 2013 adalah saat yang tepat, karena secara inflasi tidak terlalu berdampak terhadap masyarakat, terutama dalam hal kemampuan beli atau membayar,” katanya.

Dalam bidang minyak dan gas, di awal tahun pemerintah telah menetapkan empat program prioritas. Program tersebut adalah peningkatan produksi migas, konversi BBM ke bahan bakar gas, pengendalian penggunaan BBM bersubsidi dan insentif eksplorasi migas. Untuk meningkatkan produksi migas, Pemerintah melakukan pelbagai upaya, antara lain melalui enhanced oil recovery serta percepatan rencana pengembangan lapangan.

Sementara itu, untuk program konversi BBM ke bahan bakar gas, pemerintah membangun SPBG dan jaringan pipa gas di Jabodetabek. Pengendalian penggunaan BBM bersubsidi dilaksanakan berdasarkan Permen ESDM No 01 tahun 2013 yang berlaku mulai 1 Februari 2013 di wilayah Sumatera dan Kalimantan, serta mulai 1 Juli 2013 di Sulawesi. Mengenai insentif eksplorasi migas, Kementerian ESDM meminta kementerian lain memberikan pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB), pembebasan bea masuk barang, dan insentif lainnya.

“Insentif yang akan diberikan itu bea masuk kemudian PBB dikenakan ringan sekali yang tujuannya agar tidak mengambil lokasi banyak-banyak. Ada PBB-nya namun kecil yaitu sebesar Rp 28 per meter,” ujar Menteri ESDM, Jero Wacik.

Di sisi lain, Kementerian ESDM tak mampu melakukan kontrol terhadap konsumsi BBM bersubsidi. Realisasi BBM bersubsidi hingga bulan April 2013 mencapai 14,9 juta kl. Konsumsi ini berarti melebihi 3% kuota yang ditetapkan dalam APBN. Menurut Wacik, konsumsi premium meningkat diatas kuota 8 hingga 9 persen. Sedangkan konsumsi minyak solar meningkat sekitar 5 persen.

Peristiwa yang tak juga bisa luput dari ingatan adalah runtuhnya terowongan di lokasi perusahaan tambang terbesar di Indonesia, PT Freeport Indonesia. Pada 14 Mei 2013 lalu, mendadak terjadi longsor di ruang pelatihan area Tambang Big Gossan. Lokasi kecelakaan disebutkan sekitar 500 meter dari lokasi tambang Gossan Besar. Tambang terbuka di Grasberg biasanya memproduksi sekitar 140.000 ton bijih tembaga setiap hari, sementara operasi bawah tanah menghasilkan 80.000 ton.

Terowongan runtuh ketika berlangsung pelatihan atas 39 karyawan Freeport. Saat terjadi kecelakaan kerja itu, tiga orang dilaporkan berhasil menyelamatkan diri tak lama setelah insiden. Hingga selesai proses evakuasi, diketahui ada 28 korban meninggal, 5 orang korban luka ringan dan 5 orang luka berat serta  2 orang selamat.

Menanggapi peristiwa itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan aktivis perburuhan melakukan aksi besar-besaran di kantor Kementrian ESDM pada 1 Juni 2013. Aksi tersebut menuntut pemerintah agar mengevaluasi keberadaan PT Freeport Indonesia. Divisi Kampanye Tambang dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Pius Ginting, mendesak pemerintah mengevaluasi aktifitas tambang bawah tanah dan keselamatan kerja para pekerja PT Freeport.

“Keberadaan Freeport harus di evaluasi dari segi keamanan kerja yang jelas-jelas tidak aman. Kemudian dari prinsip kehati-hatian, karena kalau tekhnologi yang dimiliki Freeport sampai sekarang tidak bisa memastikan jaminan keamanan, maka harusnya pemerintah melakukan penghentian tambang bawah tanah oleh Freeport,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait