Setelah Taswin Zein dan Bachrun Effendi serta lima pengusaha, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan seorang lagi tersangka dalam kasus korupsi penyelewengan dana Anggaran Belanja Tambahan (ABT) di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Kali ini, bukan dari kalangan internal departemen. Bagindo Quirino, Kepala Seksi Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diyakini KPK juga turut andil dalam kasus yang nilai kerugian negaranya mencapai Rp13,698 milyar.
Penyelewengan ABT berkaitan dengan pelaksanaan dua proyek, yakni Pengembangan Sistem Pelatihan dan Pemagangan senilai Rp15 milyar dan Proyek Peningkatan Fasilitas Mesin dan Peralatan sebagai Tempat Uji Kompetensi senilai Rp35 milyar. Dari kedua proyek inilah Taswin yang telah divonis empat tahun penjara, mengeruk keuntungan pribadi. Modus korupsi dalam kasus ini adalah dengan menunjuk langsung para rekanan proyek.
Untuk proyek pertama, Taswin menunjuk CV Dareta dan PT Mulindo Agung Trikarsa. Sementara, proyek kedua, dibagi rata kepada empat perusahaan rekanan, yaitu PT Panton Pauh Putra, PT Mulindo Agung Trikarsa, PT Suryantara Purna Wibawa dan PT Gita Vidya Hutama.
Penunjukan rekanan diawali dengan pengajuan nota dinas permohonan izin prinsip penunjukan langsung ke Menakertrans –ketika itu dijabat oleh Fahmi Idris. Kedua proyek tersebut sebenarnya tidak masuk kualifikasi proyek yang dapat dilakukan penunjukan langsung. Taswin sempat mengakali dengan membentuk panitia pengadaan dan penerima barang yang ternyata fiktif.
Berdasarkan hasil penyidikan dan fakta persidangan, KPK telah menetapkan Bagindo Quirino sebagai tersangka, ungkap Ketua KPK Antasari Azhar dalam jumpa pers, Jumat (13/2). Lagi-lagi, KPK berpegangan pada fakta persidangan. Cara yang sama juga digunakan KPK ketika menetapkan Aulia Pohan dkk sebagai tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia.
Nama Bagindo memang santer terdengar ketika persidangan Taswin dan Bachrun digelar di Pengadilan Tipikor. Bahkan, sejak pembacaan surat dakwaan hingga vonis majelis hakim terhadap Taswin 11 Desember 2008. Bagindo diduga telah menerima uang sejumlah Rp650 juta dari Taswin. Uang itu diberikan Taswin dalam rangka mengakali temuan Bagindo selaku auditor BPK tentang adanya penggelembungan harga dan keterlambatan pekerjaan dalam proyek ABT. Taswin berharap laporan audit Bagindo hanya mencantumkan kesalahan prosedural saja.
Penyerahan uang dilakukan Taswin melalui stafnya, Monang Tambunan dalam dua tahap, Rp400 juta dan Rp250 juta. Pada persidangan Oktober 2008 silam, ketika menjadi saksi, Bagindo sebenarnya membantah telah menerima uang. Namun, pada saat itu juga, bantahan Bagindo dibantah balik oleh Taswin.
Tersangka Kasus ABT Depnakertrans
Taswin Zein | Kasubdit Pengembangan Sistem dan Inovasi Direktorat Produktivitas Ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Depnakertrans |
Bachrun Effendi | Sesditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Depnakertrans |
Mulyono Subroto | Direktur PT Mulindo Agung Trikarsa |
Erry Fuad | Direktur CV Dareta |
Ines Wulanari Setyawati | Direktris PT Gita Vidya Hutama |
Vaylana Dharmawan | Direktur PT Suryantara Purna Wibawa |
Karnawi | Direktur PT Panton Pauh Putra |
Bagindo Quirino | Kasi Audit BPK |
Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah mengungkapkan pasal-pasal yang digunakan dalam penyidikan untuk Bagindo antara lain Pasal 12 huruf e dan a, Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Pemanggilan-pemanggilan akan mulai dilakukan minggu depan, ujar Chandra.
Tersangka kapal patroli
saat bersamaan, Antasari Azhar juga mengumumkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan kapal patroli Departemen Perhubungan. Kedua nama itu, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Djoni Al-gamar serta Kepala Seksi Sarana Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Tansean Parlindungan Malau. Seperti halnya Bagindo Quirino, Antasari menjelaskan penetapan tersangka terhadap Djoni dan Tansean didasarkan pada hasil penyidikan dan fakta persidangan.
Tersangka Kasus Kapal Patroli
Bulyan Royan | Anggota Komisi V DPR |
Dedi Suwarsono | Direktur PT Binamina Karya Perkasa |
Djoni Al-gamar | Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai |
Tansean Parlindungan Malau | Kepala Seksi Sarana Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai |
Keduanya dibidik dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e dan a, Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Ini baru pasal-pasal yang digunakan dalam proses penyidikan, kita lihat nanti apakah juga akan dipakai untuk dakwaan, Chandra Hamzah menambahkan.