Aturan Waralaba Terbaru Terbit, Ini Poin-poin Perubahannya
Utama

Aturan Waralaba Terbaru Terbit, Ini Poin-poin Perubahannya

Dinilai sebagai bentuk support dari pemerintah kepada para pelaku usaha waralaba di Indonesia.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Kita ambil positif bahwa pemerintah mau men-suport para pelaku usaha waralaba di Indonesia, apalagi Pak Presiden mengatakan ingin meningkatkan enterpreneur yang ada di Indonesia. Sekarang ‘kan entrepreneur masih sedikit, jadi kita tingkatkan supaya lebih banyak,” katanya kepada Hukumonline, Senin (7/10).

 

Guna memenuhi target pemerintah untuk meningkatkan enterpteneur, pengusaha yang juga berprofesi sebagai advokat ini menilai sudah sepatutnya sektor waralaba diberikan support. Apalagi, dengan dihapuskannya pembatasan gerai waralaba membuat perkembangan usaha di sektor ini menjadi meningkat.

 

Namun demikian, Levita menegaskan aturan ini memiliki dua sisi, yakni positif dan negative. Positifnya, pelaku usaha diminta untuk berkembang tanpa harus memikirkan batasan-batasan kepemilikan gerai. Namun negatifnya, aturan ini bisa menimbulkan monopoli dikarenakan tak ada batasan-batasan tersebut.

 

“Dengan regulasi tersebut artinya ya pelaku usaha sudah benar-benar konsen mengembangkan usaha dengan tidak harus memikirkan tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetpkan oleh pemerintah. Kalau negatif, tentu bisa terjadi monopoli untuk bisnis tersebut. Tidak membagikan ke yang lain karena semua adalah milik dia,” imbuhnya.

 

Sedangkan untuk dihapusnya pasal yang mewajibkan 80 persen TKDN, Levita menyebut hal itu tak jadi masalah. Pasalnya, meskipun pemerintah memberikan kelonggaran kepada pelaku usaha untuk menentukan produk yang akan dijual, selama ini pelaku usaha masih condong untuk menggunakan produk dalam negeri. Alasan utamanya adalah cost atau biaya untuk penggunaann produk dalam negeri jauh lebih hemat jika dibandingakan dengan produk impor.

 

“Kalau produk ada di dalam negeri maka mereka akan ambil produk dalam negeri agar membuat cost lebih kecil. Pelaku usaha lebih suka dan cenderung gunakan produk lokal kalau memang produk itu tersedia di dalam negeri. Pertimbangannya krena cost lebih kecil karena pembelian dalam bentuk rupiah. Kalau impor ‘kan itu pakai dollar belum lagi ongkos kirim. Jadi bukan berarti dengan tidak diberlakukan nanti pelaku usaha akan mempergunakan produk luar, ‘kan tidak begitu juga,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Iklim Usaha dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Perdagangan, Karyanto Suprih, berharap bisnis waralaba ddapat mendorong konsumsi untuk menyokong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi global saat ini. Dia mengatakan bahwa konsumsi menjadi sasaran baru lantaran ekspor yang menjadi andalan Indonesia sulit dikerek.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait