Aturan Seponering Dinilai Lecehkan Kepolisian
Berita

Aturan Seponering Dinilai Lecehkan Kepolisian

Majelis menyarankan dua permohonan ini digabung dengan permohonan sebelumnya yang menguji pasal yang sama demi efektivitas waktu.

ASH
Bacaan 2 Menit


Dia mempertanyakan terbitnya keputusan seponering Jaksa Agung atas kasus Bambang-Abraham dengan dalih demi kepentingan umum. “Kepentingan umum yang mana?”  Menurutnya, keputusan seponering Bambang-Abraham seolah negara kita bukan negara hukum (rechstaat), tetapi negara kekuasaan (machstaat) yang justru melanggar Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan UU Kejaksaan sendiri.       

Kuasa hukum Sisno, Ardy Mbalembout menilai Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan menyebabkan ketidakpastian dalam penegakan hukum, mencederai rasa keadilan masyarakat serta melecehkan kinerja kepolisian. “Menyatakan Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pintanya.   

Ditafsirkan bersyarat
Sementara Pemohon yang juga menerima pengaduan masyarakat terkait keputusan seponering, menilai Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan multitafsir dan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat serta bentuk pelanggaran konstitusi. Sebab, frasa “demi kepentingan umum” ditafsirkan keliru karena batasannya tidak jelas. Karena itu, seharusnya Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan ditafsirkan bersyarat agar tidak inkonstitusional.               

“Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak ditafsirkan untuk kepentingan semua aspek dalam bernegara, berbangsa, bermasyarakat dalam arti seluas-luasnya serta menyangkut kepentingan hajat hidup masyarakat luas. Meliputi aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, pendidikan, keadilan, agama, HAM, agama,” kata salah satu kuasaRahmad, Haitami dalam persidangan.  

Menanggapi permohonan, Anggota Majelis Wahiduddin Adams mempertanyakan legal standing dan kerugian konstitusional para pemohon yang dianggap belum jelas. “Seharusnya ini yang lebih dipertajam agar kerugian konstitusional menjadi jelas,” kata Wahiddudin.

Anggota panel lain Aswanto menyarankan agar definisi “kepentingan umum” dengan mengutip UU Kejaksaan. “Kita berharap definisi ‘kepentingan umum’ bisa di-explore lebih dalam lagi dari pandangan para pakar atau teori kepentingan umum seperti apa? Ini agar kita yakin ada persoalan norma karena MK tidak mengadili kasus konkrit,” kata Aswanto       

Sementara Suhartoyo menyarankan agar dua permohonan ini digabung dengan permohonan sebelumnya yang menguji pasal yang sama demi efektivitas waktu. “Mungkin bisa sebagai pihak terkait karena substansinya sama. Sebab, nantinya sikap (putusan) MK pun akan sama. Ini tak mengurangi hak sedikitpun karena Para Pemohon juga berhak mengajukan saksi atau ahli,” sarannya.
Tags:

Berita Terkait