Aturan Penyadapan Sebaiknya Disatukan di KUHAP
Berita

Aturan Penyadapan Sebaiknya Disatukan di KUHAP

Izin dari pengadilan dikhawatirkan menyulitkan penyidik.

RFQ/INU/M-15
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi alur penyadapan. Foto : www.wahyu-winoto.com
Ilustrasi alur penyadapan. Foto : www.wahyu-winoto.com

Pekan lalu, pemerintah dan DPR telah bersepakat untuk memulai pembahasan draf Revisi KUHAP dan KUHP. Publik mulai melirik apa saja aturan yang termuat pada kedua draf RUU tersebut. Sejumlah pasal banyak yang menarik untuk dikupas.

Misalnya, kewenangan penyadapan. Berdasarkan naskah RKUHAP yang diperoleh hukumonline, Sasaran tindak pidana yang dapat disadap oleh penyidik dibatasi hanya 20. Termasuk diantaranya kasus korupsi dan pencucian uang.

Tapi, penyidik tak bisa sembarangan melakukan itu. RKUHAP Pasal 83 ayat (1-4) mengatur pembatasan kewenangan penyidik untuk menyadap. Intinya, penyadapan dapat dilakukan sepanjang mendapat izin dari pihak pengadilan. Pasal 83 ayat (3) mengatur penyadapan hanya dapat dilakukan oleh penyidik atas perintah tertulis atasan penyidik setempat setelah mendapatkan surat izin dari hakim pemeriksa pendahulu.

Anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat berpendapat pasal dalam KUHAP bersifat umum. Ada sejumlah undang-undang yang memberikan kewenangan pada penyidik untuk menyadap. Seperti ketentuan Pasal 26 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Menurut Martin, pengaturan penyadapan dalam RKUHAP menjadi persoalan yang akan dibahas nanti antara Komisi III dengan pemerintah. Menurutnya, jika Komisi III dan pemerintah menyetujui soal penyadapan cukup diatur dalam RKUHAP, maka penyadapan yang dilakukan penyidik KPK pun nantinya hanya mengacu pada KUHAP yang baru.

"Sekarang, tergantung pembahasan di Komisi III, jika menyatakan tidak ada lagi undang-undang yang berlaku kecuali ini (KUHAP), maka KPK ikut menggunakan KUHAP itu," kata Martin di Gedung DPR, Kamis (14/3).

Politisi Partai Gerindra itu berpandangan UU Tipikor bersifat lex specialis. Kala itu, semangat pembentukan UU  Tipikor adalah karena KUHAP tidak mencakup upaya penindakan luar biasa. Sehingga KPK dibentuk dengan diberikan sejumlah kewenangan, seperti penyadapan.

Mengenai teknis penyadapan di RKUHAP itu, Kepala Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf memiliki pendapat beda. Menurutnya, kewenangan penyidik jangan menunggu izin dari hakim pemeriksa. “Kalau seperti itu sulit ada penangkapan tangan, sudah tak ada lagi peristiwa untuk menguatkan bukti di pengadilan,” tulis Yusuf seperti pesan di Blackberry Messenger kepada hukumonline.

Terkait teknis penyadapan diatur dalam RKUHAP, Wakil Kepala PPATK melalui pesan singkat memberi saran. Apabila dimaksudkan untuk tujuan perluasan alat bukti, maka ada baiknya aturan penyadapan di RKUHAP mengacu pada UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chaerul Huda mengutarakan dalam perkembangan hukum acara, ada beberapa hal yang belum diatur dalam KUHAP. "Salah satunya adalah penyadapan, sehingga wajar kalau RKUHAP memasukkan ketentuan itu,” ujarnya ketika dihubungi hukumonline.

Dia berpendapat, pengaturan mengenai penyadapan yang diatur UU Narkotika, UU Tipikor dan UU Terorisme adalah bentuk penyimpangan. Sehingga, jika diatur didalam RKUHAP, maka penyadapan menjadi aturan yang umum.

Chaerul menegaskan penyadapan hanya untuk tujuan penyelidikan, penyidikan dan tuntutan dari suatu dugaan tindak pidana. Sehingga harus diatur kurun waktu penyadapan. “Hemat saya tak perlu minta izin ke pengadilan, sepanjang ada batas waktu tertentu melakukan penyadapan tersebut. Sehingga yang mengawasi adalah institusi masing-masing,” ujarnya.

Pengajar hukum acara pidana FHUI, Flora Dianti berpendapat, penyadapan merupakan suatu upaya paksa yang melanggar HAM. “Sehingga perlu diatur didalam undang-undang,” demikian hasil pembicaraan via telepon dengan hukumonline.

Dia menambahkan, aspek yang perlu diatur adalah penyadapan merupakan suatu bentuk upaya paksa. Berarti, hanya bisa dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan cukup. Menurut dia, selama belum diatur dalam KUHAP, maka acuannya adalah undang-undang khusus yang memuat aturan penyadapan.

Tags:

Berita Terkait