Aturan Pengunduran Diri TNI/Polri Dipersoalkan
Berita

Aturan Pengunduran Diri TNI/Polri Dipersoalkan

IHCS meminta MK menafsirkan Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda.

ASh
Bacaan 2 Menit
Aturan pengunduran diri anggota TNI dan Polri dipersoalkan. Foto: Sgp
Aturan pengunduran diri anggota TNI dan Polri dipersoalkan. Foto: Sgp

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Human Right Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan secara resmi mendaftarkan permohonan pengujian Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Np. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Spesifik, IHCS mempersoalkan syarat pengunduran diri bagi anggota TNI/Polri dalam sebuah surat pernyataan saat ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah.   

IHCS menganggap surat pernyataan pengunduran diri tanpa ada surat penonaktifan sebagai anggota TNI/Polri dalam Pemilukada, hakikatnya masih mengakui anggota PNS, Polri, atau TNI. Sebab, umumnya ketika calon kepala daerah tidak terpilih yang berasal unsur TNI/Polri tidak terpilih, ia akan kembali aktif menjadi anggota TNI/Polri.

Dalam pencalonan hanya dibutuhkan surat pernyataan pengunduran diri yang diketahui atasannya sebagai syarat formalitas, entah disetujui atau tidak.  “Apabila calon tidak lolos dalam Pemilukada, dia bisa kembali ke jabatannya semula sebagai anggota TNI/Polri,” kata salah satu kuasa hukum IHCS, Janses E Sihaloho di Gedung MK Jakarta, Selasa (3/7).

Selengkapnya, Pasal 59 ayat (5) huruf g berbunyi, “Surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, dan anggota Polri.”

Janses mengatakan keberadaan Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda berpotensi calon kepala daerah yang berasal dari unsur TNI/Polri tidak netral dalam Pemilukada. Sebab, TNI/Polri hanya diamanatkan untuk mengemban tugas pertahanan dan keamanan negara dan dilarang terlibat politik praktis. “Pasal itu mengakibatkan rusaknya sistem hukum, ketidakpastian hukum, dan tidak menjamin netralitas TNI/Polri,” kata Janses.

Kuasa hukum IHCS lainnya, Syamsir, menilai syarat pencalonan kepala daerah yang diatur dalam Pasal 59 ayat (5) huruf g UU Pemda terlalu lunak. Sebab, persyaratan yang diwajibkan bagi anggota TNI/Polri hanya menyertakan surat pernyataan pengunduran diri. Menurutnya, surat pernyataan pengunduran diri tidak memiliki status hukum yang kuat dan berpotensi hanya dijadikan formalitas.

“Surat pernyataan pengunduran diri tanpa surat penonaktifan, hakekatnya masih mengakui calon kepala daerah sebagai anggota TNI dan Polri. Padahal, UU TNI dan UU Polri secara tegas melarang anggotanya untuk terlibat dalam politik praktis,” kata Syamsir.

Halaman Selanjutnya:
Tags: