Aturan Pengelolaan Rusun Perlu Dibenahi
Berita

Aturan Pengelolaan Rusun Perlu Dibenahi

Developer kerap menjadi pengurus tatkala unit rusun masih banyak yang belum terjual. Tak ayal penghuni dijadikan obyek sapi perah oleh pengurus perhimpunan rusun yang sebagian besar pengelola sekaligus developer itu sendiri.

M-7
Bacaan 2 Menit

 

Memasuki tahun 2000, konsumen mulai cerdas, pembayaran dilakukan sesuai dengan progres pembangunan rusun. Saat itu banyak developer selaku penyelenggara pembangunan yang mulai kesulitan dana. Di sinilah potensi konflik mulai terbentuk dan terakumulasi hingga saat pengelolaan rusun.

 

Menurut Erwin, permasalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan rusun  terkait dengan Pengurus Perhimpunan Rumah Susun (PPRS). PPRS yang didominasi oleh para karyawan developer seringkali menimbulkan ketidakpercayaan bagi sebagian pemilik/penghuni rusun yang bersangkutan.

 

Sesuai aturan, pemilihan pengurus dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Masalahnya, developer yang masih mempunyai banyak unit rusun, mempunyai hak untuk menentukan siapa yang menjadi penguru. Hal ini diperparah dengan kepedulian pemilik atau penghuni rusun yang menghadiri rapat PPRS itu. Akibatnya, ketika rapat penghuni tidak mempunyai suara yang signifikan untuk menentukan pilihan mereka.

 

Ketentuan mengenai siapa pengelola rusun sebenarnya sudah ditegaskan dalam PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Pasal 64 menyebutkan, Pengelolaan terhadap rumah susun dan lingkungannya dapat dilaksanakan oleh suatu badan pengelola yang ditunjuk atau dibentuk oleh perhimpunan penghuni. Pengelolaan rusun ini meliputi kegiatan-kegiatan operasional yang berupa pemeliharaan, perbaikan dan pembangunan prasaran lingkungan serta fasilitas sosial. Pembiayaan pengelolaan bagian bersama dan tanah bersama dibebankan kepada penghuni atau pemilik secara propersional melalui perhimpunan penghuni.

 

Masalahnya, kata Ibnu Tadji HN, Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia, penghuni dijadikan obyek sapi perah oleh PPRS yang sebagian besar pengelola sekaligus developer itu sendiri. Penghuni, lanjut dia, dijadikan sumber pendapatan dengan modus penerapan iuran dengan cara iuran tinggi atau tidak wajar, ditambah lagi tidak adanya transparansi dan akuntabilitas. Good corporate governance tidak dijalankan dalam mengelola rusun dan tidak ada check and balance, tutur Ibnu.

 

Tiga Hak Suara

Prof. Arie S. Hutagalung, pakar sekaligus dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Indonesia menjelaskan hak suara anggota perhimpunan penghuni rusun terdiri dari tiga hak suara. Pertama, hak suara penghunian, yaitu hak suara para anggota untuk menentukan hal-hal yang menyangkut tata tertib, pemakaian fasilitas bersama dan kewajiban pembayaran iuran atas pengelolaan dan asuransi kebakaran terhadap hak bersama. Suara pada kelompok ini one vote one unit.

 

Kedua, hak suara pengelolaan yang mana memiliki jumlah yang paling besar. Hak suara ini digunakan untuk menentukan hal-hal yang menyangkut pemeliharaan, perbaikan dan pembangunan prasaraaan lingkungan serta fasilitas sosial yang dihitung berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) dari satuan rusun. Lalu ketiga, hak suara pemilikan yang digunakan untuk menentukan hal-hal yang menyangkut hubungan antar sesama penghuni satuan rusun, pemilihan pengurus dan biaya-biaya atas satuan rusun. hak suara ini dihitung berdasarkan NPP satuan rusun.

Halaman Selanjutnya:
Tags: