Aturan Penamaan Jalan di Indonesia Tak Seragam
Berita

Aturan Penamaan Jalan di Indonesia Tak Seragam

Wacana perubahan nama jalan Medan Merdeka menjadi Soekarno, Hatta, Soeharto, dan Ali Sadikin dibiarkan menjadi kontroversi sebagai pembelajaran bagi masyarakat.

ALI
Bacaan 2 Menit
Aturan Penamaan Jalan di Indonesia Tak Seragam
Hukumonline

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan pola penamaan jalan di seluruh Indonesia saat ini belum jelas sehingga kerap dilakukan dengan cara berbeda-beda.

“Di seluruh Indonesia, tak ada pola aturan dalam penamaan jalan. Di beberapa daerah terserah wali kota. Di tempat lain ditentukan oleh gubernur. Dan ada juga yang harus memperoleh izin dari DPRD terlebih dahulu,” ujarnya di Jakarta, Senin (2/9).

Sebagai informasi, Panitia 17 yang diketuai oleh Jimly mengusulkan perubahan nama Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta menjadi Jalan Soekarno dan Jalan Merdeka Selatan diubah menjadi Jalan Mohammad Hatta. Usulan ini telah disampaikan ke Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan akan diteruskan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Selain itu, Panitia 17 juga mengusulkan perubahan nama Jalan Merdeka Timur menjadi Jalan Soeharto dan Jalan Merdeka Barat menjadi Jalan Ali Sadikin. Wacana ini sempat menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat karena Soeharto yang belum bergelar pahlawan disematkan menjadi nama jalan.

Jimly mengatakan karena aturannya belum jelas maka kontroversi ini dianggap sebagai pelajaran bagi masyarakat. “Biar dulu saja kontroversi. Ada yang setuju, dan tak setuju. Biar dulu. Toh ini belum putus,” tuturnya.

Menurut Jimly, awalnya ide perubahan nama Jalan hanya sebagai penghormatan kepada Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pertama Soekarno-Hatta. Ini merupakan wacana lanjutan setelah Panitia 17 telah berhasil memperjuangkan Soekarno-Hatta sebagai pahlawan nasional, tahun lalu.

Lebih lanjut, Jimly mengatakan di Indonesia hanya ada dua kota yang menggunakan nama Jalan Soekarno. Dahulu, ada beberapa tetapi diubah usai peristiwa pemberontakan G30S PKI. “Di Palembang, dulu ada Jembatan Soekarno di atas Sungai Musi, namun kemudian setelah peristiwa itu diubah menjadi Jembatan Ampera,” tuturnya.

Jimly berharap penghargaan terhadap Soekarno-Hatta dapat ditingkatkan. Karena aturannya memang belum jelas, presiden diharapkan segera menginstruksikan kepala daerah untuk memperhatikan hal ini. “Presiden harus bersikap kepada seluruh kepala daerah untuk memasukkan nama Bung Karno dan Bung Hatta minimal di jalan di setiap kabupaten,” tuturnya.

Berdasarkan catatan hukumonline, Pemprov DKI Jakarta memiliki aturan mengenai penamaan jalan. Prosedurnya, penabalan nama seseorang menjadi nama jalan bisa atas usulan perseorangan, kelompok organisasi, atau inisiatif Pemda sendiri. Permohonan ini diajukan secara tertulis kepada gubernur.

Kemudian, usulan ini dinilai oleh sebuah tim dari Badan Pertimbangan Pemberian Nama Jalan, Taman, dan Bangunan. Badan ini akan melihat pada nilai ketokohan, kepahlawanan atau jasa-jasa orang yang diusulkan. Penetapan nama jalan juga didasarkan pada sifat promosi nama yang dipilih, mudah dikenal masyarakat, dan tidak bertentangan dengan kesopnana dan ketertiban umum.

Jimly mengatakan khusus kawasan sekitar Istana, seperti Medan Merdeka, perubahan nama merupakan hak presiden. “Berdasarkan Keppres Tahun 1995, khusus kawasan merdeka memang beda dengan yang lain. Nanti akan dikonsultasikan ke presiden dan sekretariat negara,” ujarnya.

Berdasarkan Keppres ini, lanjut Jimly, panitia pengarah perubahan jalan diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara.

Tags:

Berita Terkait