Aturan Pembagian Harta Gono Gini yang Masih Kredit
Terbaru

Aturan Pembagian Harta Gono Gini yang Masih Kredit

Harta gono gini adalah harta bersama milik suami-istri yang diperoleh selama mereka berdua dalam perkawinan.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

Untuk menentukan siapa yang berhak memiliki harta kredit tersebut, sesuai dengan Pasal 32 ayat (2) UU Perkawinan, yaitu rumah tempat kediaman (harta kredit) sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami-istri secara bersama.

Sehingga jika, sepasang suami-istri memutuskan untuk bercerai, maka terhadap harta tersebut harus ditentukan pembagiannya. Hal ini sesuai Pasal 37 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa bila perkawinan putus perkawinan, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Terdapat beberapa kemungkinan putusan hakim bila harta bersama yang masih proses kredit tersebut dibawa ke Pengadilan, yaitu:

1.  Hakim dapat memutuskan agar harta bersama yang sedang di kredit tersebut dijual melalui over kredit kepada pihak ketiga, yang hasil keuntungannya dibagi seperdua bagian menjadi hak mantan istri dan seperdua menjadi bangian mantan suami.

2. Hakim dapat memutuskan sisa hutang yang belum dibayarkan dari pembelian harta bersama kredit tersebut yaitu seperdua menjadi tanggungan mantan suami dan seperdua menjadi tanggungan mantan istri.

Namun, tidak menutup kemungkinan hakim menyatakan tidak menerima gugatan pembagian harta gono gini bila statusnya masih dalam kredit dengan dasar hukum SEMA No. 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2018, huruf d Rumusan Kamar Agama Perkara Keluarga.

Putusan itu berbunyi, gugatan harta bersama yang objek sengketanya masih diagunkan sebagai jaminan utang atau objek tersebut mengandung sengketa kepemilikan akibat transaksi kedua dan seterusnya, maka gugatan atas objek tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Hal inilah yang harus dibicarakan oleh suami-istri mengenai pembagian harta bersama dalam kondisi kredit tersebut, apakah akan dijual dan dibagi sebesar harta tersebut, atau diserahkan kepada salah satu pihak atau dihibahkan kepada pihak ketiga yaitu anak dan orang tua.

Mengenai pembayaran kredit tersebut, hal itu tetap menjadi tanggung jawab suami-istri atas pembayaran kredit. Pihak bank tentu tidak akan mencampuri urusan pribadi suami-istri sehingga pembayaran kredit akan terus berjalan sesuai dengan perjanjian kredit hingga jatuh tempo.

Untuk memperjelas nasib kredit tersebut, suami-istri perlu kesepakatan terkait harta kredit, apakah akan dijual, over kredit, diteruskan dengan pembayaran kewajiban berdua atau dihibahkan kepada pihak lain.

Tags:

Berita Terkait