Aturan Keterwakilan Perempuan Dinilai Multitafsir
Berita

Aturan Keterwakilan Perempuan Dinilai Multitafsir

Bagian penjelasan mengurangi isi norma.

ASH
Bacaan 2 Menit
Aturan Keterwakilan Perempuan Dinilai Multitafsir
Hukumonline

Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin menilai UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif) yang mengatur keterwakilan perempuan multitafsir.

“Pasal 8 ayat (2) huruf e, Pasal 55, Penjelasan Pasal 56 ayat (2) dan Pasal 215 huruf b UU Pemilu Legislatif terkait keterwakilan perempuan multitafsir,” kata Irman dalam sidang lanjutan pengujian UU Pemilu Legislatif yang dimohonkan sejumlah LSM perempuan di Gedung MK, Kamis (23/5).

Ditegaskan Irman pasal-pasal yang mengatur keterwakilan perempuan itu cenderung multitafsir karena penjelasan cenderung mengurangi isi norma sebelumnya. Ahli hukum tata negara dari Universitas Indonusa Esa Unggul ini mencontohkan Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU Pemilu yang menyebutkan, ‘Dalam setiap tiga bakal calon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1, atau 2, atau 3 dan demikan seterusnya, tidak hanya pada nomor urut 3, 6, dan seterusnya.’ 

Menurut Irman, bahwa penjelasan pasal itu berfungsi menjelaskan norma batang tubuh pasal 56 ayat (1) yang berbunyi, “Nama-nama calon dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 disusun berdasarkan nomor urut.”

Sedangkan pada ayat (2) berbunyi, “Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon.”

Irman menilai ketentuan terakhir ini justru mengaburkan, bahkan mendestruksi ketentuan pertama. ”Norma penjelasan ini sesungguhnya tidak perlu hadir jika politik hukum undang-undang ini konsisten dengan spirit tindakan afirmasi terhadap perempuan," kata Irman, di depan majelis hakim yang dipimpin Ketua MK Akil Mochtar.

Ketentuan penjelasan itu, lanjut Irman, cenderung mempersempit makna karena setiap kelipatan tiga hanya bisa memunculkan satu calon perempuan. “Artinya jika hanya terdiri bakal calon, maka perempuan dapat ditafsirkan hanya terdiri dua bakal calon,” jelasnya.

Dia menambahkan sebuah desain politik hukum dari sebuah undang-undang seperti akomodasi akan tindakan afirmasi (mengukuhkan) perempuan, harus bisa memberikan jaminan kepastian hukum akan desain afirmasi itu. “Karena itu sudah pilihan pembentuk undang-undang yang kemudian diakui sebagai hal konstitusional,” kata Irman.

Sejumlah LSM dan aktivis perempuan mengajukan uji materi Pasal 8 ayat (2) huruf e, Pasal 55, Penjelasan Pasal 56 ayat (2) dan Pasal 215 huruf b UU Pemilu Legislatif terkait keterwakilan perempuan dalam Pemilu Legislatif. Mereka adalah Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Lembaga Partisipasi Perempuan, Perhimpuan Peningkatan Keberdayaan Perempuan, Wanita Katolik Republik Indonesia, Yayasan Institute Pengkajian Kebijakan dan Pengembangan Masyarakat, Women Research Institute, Yayasan Melati 83.

Para pemohon menilai Penjelasan Pasal 56 ayat (2) sepanjang kata “atau” dan Pasal 215 huruf b sepanjang kata “mempertimbangkan” tidak jelas dan multitafsir. Efeknya, mengabaikan hak-hak konstitusional perempuan untuk lebih berpartisipasi menentukan kebijakan publik melalui perannya sebagai anggota legislatif.

Selain itu, adanya kata “atau” itu telah menimbulkan diskriminasi pada perempuan karena tidak membuka peluang perempuan menempati urutan 1, 2, dan atau 3 serta menutup kesempatan partai menempatkan 2 wanita sekaligus dalam nomor urut 1, 2, dan atau 3. Atau tidak memberi kesempatan apabila dalam nomor urut 1, 2, 3, diisi oleh 2 perempuan atau lebih.

Karena itu, para pemohon meminta MK menyatakan Penjelasan Pasal 215 huruf b UU Pemilu Legislatif bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan huruf a dengan perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mengutamakan keterwakilan perempuan.

Selain itu, Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU Pemilu Legislatif bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai dalam setiap tiga bakal calon, bakal calon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1, 2, dan atau 3, dan seterusnya.

Tags: