Aturan Equity Crowdfunding Segera Terbit, Begini Isinya!
Berita

Aturan Equity Crowdfunding Segera Terbit, Begini Isinya!

​​​​​​​OJK menargetkan peraturan ini terbit sebelum akhir tahun. Salah satu ketentuan yang diatur yaitu membatasi penerbitan efek atau surat utang maksimal Rp100 miliar. 

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Bursa Efek Indonesia. Foto: RES
Bursa Efek Indonesia. Foto: RES

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera menerbitkan regulasi layanan jasa keuangan berbasis online atau financial technology (fintech) kategori urunan dana ekuitas (saham) atau equity crowdfunding. Dengan terbitnya aturan baru ini maka akan melengkapi regulasi tentang fintech yang sudah ada sebelumnya mengenai pinjam-meminjam dana online atau peer to peer lending (P2P).

 

Direktur Pengaturan Pasar Modal Luthfi Zain Fuady menjelaskan, rancangan peraturan ini sudah rampung disusun dan tinggal menunggu persetujuan dari Dewan Komisioner OJK dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). “Rencananya RDK (Rapat Dewan Komisioner OJK) bulan ini akan membahas aturan ini (equity crowdfunding). Setelah itu, rancangannya akan dibawa ke Kemenkumham semoga akhir tahun ini sudah bisa,” kata Luthfi di Bogor, Sabtu (20/10).

 

Luthfi menjelaskan, aturan ini sangat diperlukan untuk memberi payung hukum bagi industri equity crowdfunding yang semakin populer di masyarakat. Selain itu, aturan ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan industri tersebut sebagai layanan penyediaan modal usaha bagi usaha kecil dan menengah (UKM).

 

Berdasarkan rancangan peraturan tersebut, Luthfi menjelaskan beleid ini akan mengatur tugas-tugas dari para pelaku equity crowdfunding seperti penyelenggara atau pemilik platform, penerbit efek atau pencari modal dan investor. Secara umum, bagi penyelenggara salah satu persyaratannya harus berbentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) atau koperasi. Kemudian, penyelenggara juga wajib mengantongi izin dari OJK sebelum melakukan pelayanan kepada masyarakat.

 

Selain itu, aturan ini juga akan membatasi nilai maksimal penawaran saham sebesar Rp 10 miliar. Kemudian, setiap pihak bisa jadi pemodal yang memiliki penghasilan hingga Rp500 juta dapat menginvestasikan dananya sebesar 5 persen dari penghasilan pada setiap satu penawaran saham. Sedangkan bagi investor dengan penghasilan di atas Rp500 juta maka dapat menginvestasikan dananya maksimum 10 persen dari penghasilan pada setiap satu penawaran saham.

 

“Jadi kalau penghasilannya Rp100 juta maka investor itu bisa membeli sebanyak 20 kali penawaran saham,” kata Lutfi.

 

Baca:

 

Secara umum, praktik bisnis equity crowdfunding ini sama dengan saat perusahaan sedang mencari pendanaan publik melalui penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hanya saja, kegiatan equity crowdfunding ini tidak perlu meminta persetujuan OJK terlebih dahulu dalam menawarkan sahamnya kepada publik. Selain itu, equity crowdfunding juga tidak memerlukan jasa pengacara dan notaris dalam penawaran saham seperti lazimnya di BEI.

 

Sehingga, equity crowdfunding ini dinilai jauh lebih efesien dan fleksibel bagi badan usaha yang membutuhkan penambahan modal melalui penawaran saham. “Jauh lebih efesien karena equity crowdfunding tidak perlu bayar pungutan OJK dan menggunakan jasa lawyer atau notaris,” kata Luthfi.

 

Dengan demikian, Luthfi mengatakan, peran equity crowdfuding dalam mendorong perekonomian nasional sangat besar. Terlebih lagi, saat ini UKM dan perusahaan rintisan atau startup sedang tumbuh signifikan. Dia menilai equity crowdfunding menjadi alternatif bagi UKM dan startup yang selama ini tidak tersentuh pasar modal konvensional.

 

“Umumnya, orang berpikir IPO di bursa itu haruslah dana yang besar dan juga persyaratannya rumit. Sehingga, equity crowdfunding bisa mengakomodir UKM dan startup menerbitkan surat utangnya di pasar modal,” kata Luthfi.

 

Sebelumnya, OJK mengumumkan paket kebijakan sektor jasa keuangan yang diharapkan dapat membantuk perekonomian nasional keluar dari tekanan global. Paket kebijakan tersebut menyebabkan adanya peraturan baru berupa perubahan dan ketentuan baru pada industry jasa keuangan, salah satunya mendorong perkembangan fintech termasuk equity crowdfunding.

 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, perkembangan ini penting mengingat perannya yang besar dalam membuka akses permodalan bagi UMKM yang besar kontribusinya pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan tetap mengedepankan aspek perlindungan konsumen.

Tags:

Berita Terkait