Aturan Hukum Ahli Waris Tolak Warisan dan Prosedur Menolak Warisan
Terbaru

Aturan Hukum Ahli Waris Tolak Warisan dan Prosedur Menolak Warisan

Jika seseorang menolak warisan yang diberikan kepadanya, orang tersebut harus menolaknya secara tegas dengan suatu pernyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri.

Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Warisan merupakan suatu bentuk hak maupun kewajiban yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli waris. Banyak kasus di mana, pembagian warisan sangat dinantikan bahkan menjadi objek sengketa di Pengadilan, namun tidak jarang ada ahli waris yang enggan untuk menerima warisan yang diwariskan kepadanya.

Seseorang dapat menerima dan menolak warisan yang diberikan kepadanya. Mengutip Pasal 1045 KUHPerdata, menjelaskan bahwa tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.

Jika seseorang menolak warisan yang diberikan kepadanya, orang tersebut harus menolaknya secara tegas dengan suatu pernyataan yang dibuat di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukum warisannya itu terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 1057 KUHPerdata.

Baca Juga:

Wewenang ahli waris untuk dapat menolak warisan tidak dapat hilang karena lewat waktunya. Hal ini berarti kapan saja setelah warisan terbuka, ahli waris dapat menyatakan penolakannya.

Pihak-pihak tertentu yang berkepentingan terhadap harta warisan tersebut berhak untuk mengajukan gugatan terhadap ahli waris untuk menyatakan sikapnya. Dalam hal ini, ahli waris yang bersangkutan diberikan jangka waktu untuk mengajukan hak berpikir.

Ahli waris dapat melakukan inventarisir maupun pertimbangan terhadap harta warisan tersebut selama empat bulan terhitung sejak pernyataan hak berpikir itu diajukan. Jangka waktu tersebut masih dapat diperpanjang oleh hakim dikarenakan hal-hal yang mendesak.

Seorang ahli waris dapat menolak harta warisan hanya setelah warisan tersebut terbuka atau terjadi peristiwa kematian. Oleh karena itu, sekalipun di dalam suatu perjanjian perkawinan seseorang tidak dapat melepaskan diri dari warisan seseorang yang masih hidup, atau mengalihtangankan hak-hak yang akan diperolehnya atas warisan demikian itu di kemudian hari.

Hal ini tentu tidak terlepas dari pertimbangan moral, yang apabila seorang ahli waris yang melepaskan atau menolak harta warisan yang belum terbuka, maka sama saja ia mengharapkan pewaris meninggal dunia.

Jika ahli waris terbukti menyembunyikan atau menghilangkan harta warisan, maka ia kehilangan wewenangnya untuk menolak warisan dan tetap berkedudukan sebagai ahli waris murni, serta tidak dapat menuntut suatu bagian pun dari barang yang dihilangkan atau disembunyikan.

Pihak yang menolak warisan dianggap tidak pernah menjadi ahli waris. Bagian warisan dari orang yang menolak warisan jatuh ke tangan orang yang sedianya berhak atas bagian itu, jika orang yang menolak itu tidak ada pada waktu pewaris meninggal.

Keturunan dari ahli waris yang menolak warisan tidak bisa mewaris karena pergantian tempat sesuai dengan Pasal 1060 KUHPerdata yang menyatakan, orang yang telah menolak warisan sekali-kali tidak dapat diwakili dengan penggantian ahli waris bila ia itu satu-satunya ahli waris dalam derajatnya, atau bila semua ahli waris menolak warisannya, maka anak-anak mereka menjadi ahli waris karena diri mereka sendiri dan mewarisi bagian yang sama.

Sedangkan dalam aturan hukum waris Islam, tidak terdapat hak dari ahli waris untuk menolak warisan. Berdasarkan asas Ijbari, peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak Tuhan tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris atau permintaan dari ahli.

Tags:

Berita Terkait