Aturan Hilirisasi Mineral Demi Kepentingan Nasional
Berita

Aturan Hilirisasi Mineral Demi Kepentingan Nasional

Pengusaha tambang diminta tidak hanya memikirkan keuntungan semata.

yoz/ant
Bacaan 2 Menit
suasana angkutan tambang dipertambangan daerah. Foto: ilustrasi (SGP)
suasana angkutan tambang dipertambangan daerah. Foto: ilustrasi (SGP)

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, dinilai penting untuk melindungi kepentingan nasional. Pengusaha diminta tidak mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) secara berlebihan. 

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, saat pengusaha mengetahui tahun 2014 merupakan batas dimana ekspor hasil komoditas bisa dilakukan, mereka seperti tak segan melakukan penambangan besar-besaran untuk diekspor tanpa memperhatikan persediaan dalam negeri. Oleh sebab itu, Permen ESDM ini menegaskan pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri mulai Mei 2012.

“Bahkan, dalam masa transisi itu penambangan bisa dilakukan selama 24 jam,” katanya, Senin (12/3), di Jakarta.

Menurutnya, hal itu bisa diatasi dengan adanya Permen ESDM No 7 Tahun 2012. Mantan Ketua Umum Kadin ini mensinyalir, untuk ekspor bijih besi selama satu tahun bisa mencapai 20 juta ton. Padahal, untuk deposit bijih besi hanya 100 juta ton, jadi dalam waktu lima tahun bisa habis.

Seperti diketahui, para pengusaha pertambangan mempersoalkan Permen ESDM No 7 Tahun 2012 yang terbit pada 6 Februari lalu. Mereka menilai peraturan itu berpotensi mematikan industri pertambangan, terutama pertambangan kelas menengah ke bawah.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur, berpendapat Negara akan mengalami potential lost sebesar 20 persen atau AS$46 miliar, dari target ekspor yang ditetapkan tahun ini sebesar AS$230 miliar. Dia meminta agar Menteri ESDM Jero Wacik sebaiknya merevisi Permen, terutama Pasal 21.

Pasal itu menyatakan, pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dilarang untuk menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.

“Ini artinya ekspor barang setengah jadi beberapa hasil tambang kita tidak bisa diekspor dan hal ini bisa mengganggu target ekspor yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” kata Natsir.

Bukan hanya Kadin yang keberatan dengan adanya pasal tersebut. Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) juga menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah, terutama Menteri ESDM yang membuat peraturan itu. Bahkan, asosiasi ini berniat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung.

Ketua Umum ANI Shelby Ihsan Saleh mengatakan, aturan itu bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara pejabat pemerintah pusat dan pejabat peringkat daerah provinsi maupun kabupaten/kota. Pelaku usaha dan perangkat daerah menilai ada upaya mengooptasi berbagai kewenangan pemerintah daerah menjadi kewenangan pusat. Hal ini bertentangan dengan azas, tujuan, dan prinsip otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dia menguraikan beberapa pasal dalam Permen tersebut yang dianggap bermasalah. Selain Pasal 21, dia mempersoalkan Pasal 8 butir 4 yang menyatakan IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Shelby, aturan-aturan itu bertentangan dengan pasal yang ada di UU  Pemerintahan Daerah. Pasal 14 ayat (1) huruf m menyatakan, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yang meliputi pelayanan administrasi penanaman modal.

Sedangkan ayat 2 di pasal yang sama menjelaskan, urusan pemerintah kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

“Kami baik secara bersama-sama atau secara individu, akan menempuh jalur hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku jika hal ini diabaikan,” ujarnya.

Anggota Komisi VII DPR Asfihani justru kurang bersimpati dengan sikap para pengusaha. Dia meminta pengusaha untuk mempelajari lebih dalam makna yang terkandung dalam UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Menurutnya, pengusaha hanya memikirkan keuntungan semata.

“Mereka menambang dan menjual hasil sebanyak-banyaknya, jika hal ini dibiarkan sampai 2014 maka cadangan mineral kita akan habis,” tandas politisi Partai Demokrat ini.

Tags: