Aturan Baru Fee Kurator Dinilai Cacat
Utama

Aturan Baru Fee Kurator Dinilai Cacat

Pasal 2 ayat (1) huruf c Permenkumhan dinilai bertentangan dengan UU Kepailitan. Terbuka kemungkinan untuk direvisi.

HAPPY RAYNA STEPHANY
Bacaan 2 Menit

Dalam Pasal 76 tersebut dinyatakan bahwa peraturan menteri hanya bisa mengatur mengenai besaran imbalan jasa. Pasal 76 tidak memberikan kewenangan kepada peraturan menteri untuk mengatur mengenai siapa yang membayar jika permohonan pailit berakhir karena kasasi.

Kewenangan menentukan siapa yang membayar imbalan kurator dan biaya kepailitan yang berakhir karena kasasi ada di tangan majelis kasasi. Cuma, Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), dan Pasal 76 UU Kepailitan telah merumuskan pihak yang membayar adalah pemohon atau pemohon dan debitor. Atas hal ini, James menilai peraturan menteri telah mengorupsi bunyi pasal aturan yang lebih tinggi.

“Mengenai besarannya berapa, itu baru domainnya permenkumham. Sedangkan mengenai siapa yang membayar, itu bukan kewenangan eksekutif. Sudah ada aturannya di undang-undang,” tutur James dalam diskusi hukumonline di Jakarta, Rabu (06/3).

Atas hal ini, James melihat Permenkumham menciderai rasa keadilan karena orang akan menjadi takut mengajukan permohonan pailit karena pemohon akan menanggung biaya kepailitan dan fee kurator jika pailitnya dibatalkan di tingkat kasasi atau PK. Padahal, setiap orang berhak mengajukan upaya hukum tanpa ada sanksi negara. Alhasil, pemohon pailit akan rugi dua kali, yaitu utang tidak dibayar dan pemohon harus membayar fee kurator. “Akhirnya, pemohon pailit sendiri,” ucap James lagi.

Menanggapi pernyataan James, Kepala Seksi Balai Harta Peninggalan Ditjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, Dulyono,mengatakan lahirnya permenkumham ini bukan karena Telkomsel semata. Permenkumham, kata dia,dibuat karena kebutuhan yang mendesak. Banyaknya pengaduan dari masyarakat yang terus meningkat setiap tahun menjadi sebab lahirnya peraturan ini.

Namun menurut Dulyono, tidak ada perubahan signifikan dari kedua peraturan ini. Materi Permenkumham sebagian besar merujuk pada Kepmenkumham 1998. Yang berubah antara lain pada persentase nilai imbalan.

Terkait patokan pembebanan imbalan adalah nilai utang bukan lagi nilai aset, Dulyono menjelaskan landasan filosofisnya. Menurutnya, kinerja kurator dinilai berdasarkan pekerjaan yang dilakukan. Jika status pailit dicabut di tingkat kasasi, tugas kuratorhanyalah membereskan utang-utang debitor.

Jika ada pihak yang ingin mempersoalkan Permenkumham ke jalur hukum, Kementerian mempersilakan. Bisa saja peraturan imbalan kurator terbaru itu direvisi. “Undang-undang saja bisa diubah apalagi Peraturan Menteri,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait