Aturan 3 Banding 1, Sulitkan KY Jaring CHA
Berita

Aturan 3 Banding 1, Sulitkan KY Jaring CHA

KY Disarankan uji materi aturan perbandingan itu.

ASH
Bacaan 2 Menit
Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri. Foto: Sgp
Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri. Foto: Sgp

Ketentuan formula 3 berbanding 1 dalam seleksi Calon Hakim Agung (CHA) masih menjadi kendala bagi KY dalam menjaring calon-calon yang berkualitas dan berintegritas. Soalnya, dua kali seleksi CHA yang digelar pada 2012, KY selalu tidak memenuhi kuota jumlah hakim agung yang dibutuhkan MA. Dari lima lowongan hakim agung seharusnya KY menyerahkan CHA sebanyak 15 nama ke DPR, tetapi KY hanya menyerahkan 12 calon.

Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim, Taufiqurrahman Syahuri menegaskan ketentuan formulasi 3 berbanding 1 dalam seleksi CHA agak membebani KY untuk mencari calon hakim agung. Sebab, praktiknya KY jarang bisa memenuhi jumlah kuota hakim agung yang dibutuhkan MA karena sulitnya menjaring CHA yang berkualitas dan berintegritas baik.

“Selama seleksi CHA, KY merasa agak kewalahan, apalagi hakim agung saat ini kurang delapan orang. Sementara sistemnya harus 3 :1, kalau mau cari 8 orang harus memberikan 24 nama ke DPR untuk diseleksi lagi (fit and proper test, red),” kata Taufiq saat dihubungi, Jumat (11/1).

Pasal 18 ayat (4) UU No. 18 Tahun 2011 tentang KY, menyebutkan KY menetapkan dan mengajukan tiga calon hakim agung kepada DPR untuk setiap satu lowongan hakim agung dengan tembusan ke Presiden. Misalnya, dari jumlah 24 calon yang lulus seleksi di KY, DPR akan memilih delapan nama terbaik untuk ditetapkan sebagai hakim agung.

Taufiq mengatakan sistem seleksi CHA seharusnya mengacu pada tafsir Pasal 24 A ayat (3) UUD Tahun 1945. Aturan itu menyebutkan calon hakim agung diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan oleh Presiden. Model persetujuan DPR ini juga diatur dalam Pasal 13 huruf a UU KY.

Atas dasar itu, menurutnya kewenangan DPR sejatinya hanya menyetujui jumlah calon hakim agung yang diusulkan KY, sehingga KY tidak dibebani formula 3 banding 1. “Jika MA membutuhkan 10 orang, KY hanya menjaring 10 orang, tidak harus 3 kali lipatnya. Sehingga seleksinya, bisa diperketat untuk memilih calon-calon yang benar-benar berkualitas dan berintegritas, punya track record yang bagus,” katanya.

Dengan demikian, terdapat perbedaan sistem seleksi CHA berdasarkan UUD Tahun 1945 dan UU KY. UU KY menganut model pemilihan, sementara UUD Tahun 1945 menganut model persetujuan, seperti mekanisme pemilihan Panglima TNI atau Kapolri yang hanya mengusulkan satu nama yang diajukan presiden.

“Kalau kita melihat UU TNI dan UU Kepolisian, mekanisme pemilihan Panglima TNI atau Kapolri, DPR hanya menyetujui atau mengkonfirmasi nama yang diusulkan presiden, yes or not. Ini untuk menghindari politisasi seleksi CHA di DPR. Makanya, maunya dikembalikan ke UUD Tahun 1945,” harap Taufiq.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsudin mengatakan secara normatif, pemilihan CHA berdasarkan formula 3 berbanding 1 tidak mengikat lembaga legislatif. Jadi, dari 24 calon yang dihasilkan KY dalam seleksi CHA Tahun 2012, pihaknya tidak harus memilih delapan nama yang akan ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden.

“Siapa tahu penilaian KY dan penilaian kami berbeda, misalnya ternyata kita hanya memilih enam nama atau bahkan ke-12 nama itu dikembalikan lagi seperti seleksi kemarin karena tidak memenuhi syarat kuota. Kita tidak terpaku dengan aturan formula 3 berbanding 1 dalam memilih calon hakim agung,” kata Aziz beberapa waktu lalu di Gedung MK.

Uji materi
Terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur mengakui faktanya calon-calon hakim agung (karier) yang memenuhi kualifikasi pernah mengikuti fit and proper test di DPR, tetapi gagal. Akhirnya, mereka enggan kembali mendaftarkan seleksi CHA pada periode berikutnya.

“Mereka jadi patah arang. Memang ada juga calon sampai tiga kali ikut seleksi CHA, tetapi sebagian besar mereka tidak mau daftar lagi, lama-lama stock CHA dari jalur karier bisa habis. Apalagi jumlah hakim agung tinggal 43 orang,” kata Ridwan saat dihubungi, Sabtu (12/1).

Karena itu, ketentuan mekanisme formula 1 berbanding 3 dan makna “persetujuan DPR” dalam seleksi CHA. Makanya, seharusnya tafsir pemahaman ketentuan itu perlu dikaji lebih mendalam apakah maksud persetujuan DPR diartikan sebagai mekanisme fit and proper test.

“Kajian lebih mendalam ini, KY bisa saja mengajukan uji materi aturan itu ke MK, minta tafsir. Sebab, KY paling berkepentingan jika aturan itu dipandang bias dan tidak efektif,” saran Ridwan.

Ditambahkan Ridwan, dalam waktu dekat ini juga MA akan mengajukan kebutuhan hakim agung baru. “Mudah-mudahan segera akan kita ajukan karena ada hakim agung yang tidak terduga berhenti atau meninggal dunia, selain untuk menggantikan hakim agung yang pensiun tahun 2013. Mudah-mudahan yang 8 hakim agung segera dipilih DPR,” harapnya.

Tags: