Atasi Perkembangan Zaman, Pembahasan RUU Pertanahan Diharap Tuntas
Berita

Atasi Perkembangan Zaman, Pembahasan RUU Pertanahan Diharap Tuntas

Perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini menuntut hadirnya undang-undang lebih spesialis yang mengatur tentang pertanahan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi II sedang fokus menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan. Mengingat ihwal pentingnya undang-undang tersebut, Pemerintah dan DPR RI telah mengagendakan melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk menyelesaikan RUU Pertanahan pada tahun ini.

 

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang dinilai membutuhkan penyesuaian untuk mengakomodir kondisi, kebutuhan dan dinamika masyarakat yang sudah banyak berubah. UUPA harus dilengkapi dengan peraturan yang lebih spesialis atau spesifik mengenai perkembangan pertanahan saat ini. Hal ini guna terciptanya keseimbangan tata guna tanah sehingga dapat dinikmati secara baik dan optimal oleh masyarakat maupun negara.

 

Ketua Panita Kerja (Panja) RUU Pertanahan, Herman Khaeron mengatakan perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini menuntut hadirnya undang-undang lebih spesialis yang mengatur tentang pertanahan.

 

“Sehingga harus segera dituntaskan karena banyak pertanyaan terkait permasalahan pertanahan yang harus dijawab,” katanya dalam acara Rapat Kerja Terbatas (Rakertas) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Rabu (10/07).

 

(Baca Juga: DPR Janji Rampungkan Lima RUU Ini Sebelum Pemilu)

 

Pada kesempatan yang sama Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil mengatakan tantangan Pemerintah saat ini, dapat menghasilkan Rancangan Undang-Undang Pertanahan yang bisa menjawab permasalahan pertanahan dan tata ruang ke depan. Setidaknya ada beberapa poin penting yang diatur dalam RUU Pertanahan untuk menjawab perkembangan zaman. Ada beberapa yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan RUU Pertanahan, di antaranya:

 

1. Pengaturan Hak Atas Tanah untuk Keadilan dan Kemakmuran;

2. Pendaftaran Tanah Menuju Single Land Administration System dan Sistem Postif;

3. Modernisasi Pengelolaan dan Pelayanan Pertanahan Menuju Era Digital;

4. Penyediaan Tanah untuk Pembangunan;

5. Percepatan Penyelesaian Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan;

6. Kebijakan Fiskal Pertanahan dan Tata Ruang;

7. Kewenangan Pengelolaan Kawasan oleh Kementerian/Lembaga Sesuai Tugas dan Fungsinya;

8. Penghapusan Hak-Hak Atas Tanah yang Bersifat Kolonial (Hak Barat).

 

“Adapun salah satu substansi yang diatur dalam RUU Pertanahan yaitu terciptanya Pendaftaran Tanah Menuju Single Land Administration dan Sistem Positif. Hal ini penting untuk diatur karena selama ini objek pendaftaran tanah yang dilakukan tidak meliputi kawasan hutan, pesisir, pulau-pulau kecil, waduk, pertambangan, cagar alam, situs purbakala, kawasan lindung dan konservasi, serta wilayah strategis pertahanan sehingga pemetaan yang dilaksanakan tidak terintegrasi dalam satu sistem informasi pertanahan,” jelas Sofyan.

 

Dengan adanya sistem informasi pertanahan yang terintegrasi akan memudahkan pengambil keputusan, pembuat kebijakan, pelaku usaha, masyarakat, serta pemangku kepentingan lainnya dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah secara optimal.

 

Memang sangat diperlukan kedetailan dan pembahasan yang mendalam mengenai RUU Pertanahan dari berbagai kalangan agar bisa menjawab seluruh persoalan dan kekhawatiran masyarakat mengenai agraria, pertanahan dan tata ruang. Hal itu berguna untuk meminimalisasi munculnya masalah di masa yang akan datang.

 

Untuk diketahui, sebelumnya DPR berjanji akan menuntaskan pembahasan lima RUU sebelum Pemilu serentak pada pertengahan April lalu. Kelima RUU itu adalah; Pertama, RUU tentang Perkelapasawitan. Kedua, RUU tentang Perubahan atas UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Ketiga, RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Keempat, RUU tentang Ekonomi Kreatif. Kelima, RUU tentang Pertanahan.

 

Direktur Eksekutif Indonesia Political Riview, Ujang Komarudin justru optimis, DPR mampu mengejar target 5 RUU disahkan menjadi UU. Menurutnya, 5 RUU yang berjalan pembahasannya telah berproses lama. Apalagi tidak menyisakan pasal-pasal tertentu (krusial). “Bila yang rampung pembahasannya hanya 2 RUU tak mengapa. Terpenting, RUU yang dihasilkan berkualitas,” kata dia beberapa waktu lalu.

 

Namun, peran pemerintah dalam pembahasan RUU amat penting. Meski begitu, pemerintah pun tidak dapat dipaksa bila DPR berjalan sendiri melakukan pembahasan terhadap lima RUU tersebut. “Kami nggak mau pemerintah ogah-ogahan atau pemerintahnya nggak datang, ini persoalan. Itu dua-duanya harus komitmen antara legislatif dan eksekutif untuk menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.

 

Tags:

Berita Terkait