Aspek Hukum Antariksa dalam Kasus Satelit Artemis
Berita

Aspek Hukum Antariksa dalam Kasus Satelit Artemis

Indonesia yang merupakan negara kepulauan, fungsi satelit tidak sebatas untuk kepentingan telekomunikasi, melainkan juga remote sensing, disaster mitigation (mitigasi bencana) pertahanan hingga pendidikan.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Menyewa atau Membeli Satelit Baru?

Seperti disebutkan sebelumnya, suatu negara diberikan tenggat waktu tertentu untuk mengisi dan memfungsikan satelit pada slot yang sudah ditentukan ITU dan tenggat waktu tersebut betul-betul tidak dapat diulur.

 

Dalam waktu sesingkat itu, papar Ridha, kegagalan Indonesia memenuhi mekanisme pengadaan barang yang begitu panjang akibat minimnya space mindset, mungkin akan mengakibatkan slot GSO Indonesia berpotensi berpindah ke tangan negara lain. Disamping itu, kata Ridha, untuk meluncurkan satelit pada GSO tetap memiliki resiko, sekalipun teknologi sudah semakin maju bahkan biaya yang akan dikeluarkan juga akan sangat mahal.

 

“Terlebih seringkali tersendat dengan lamanya proses birokrasi, serta waktu dirakitnya satelit baru untuk spesifikasi GSO, kemudian saat diluncurkan ke atas masih terdapat resiko kegagalan. Sehingga langkah paling strategis saat itu ialah mempertahankan slot 123 BT dengan menyewa satelit negara lain terlebih dahulu,” jelas Ridha.

 

Ridha-pun menganggap harga yang dikeluarkan Indonesia untuk menyewa satelit pada GSO ‘tidak ternilai’, ketimbang harus kehilangan satu slot GSO sebagai salah satu nilai strategis ketahanan Indonesia di ruang angkasa. Terkait besarnya denda yang dikenakan terhadap Indonesia, kata Ridha, satu hal yang menjadi dasar perhitungan ialah resiko yang berpotensi ditanggung saat memindahkan koordinat satelit Artemis, dari koordinat awal menuju koordinat 123 BT.

 

Bahkan, sambung Ridha, dalam the Liability Convention dan the Registration Convention disebutkan jika satu satelit menabrak, merusak, mengacaukan fungsi satelit lain atau bahkan serpihan satelit tersebut mengenai sehingga merusak satelit lain, maka akan menjadi tanggung jawab operator satelit. Bahkan untuk menghitung ganti kerugian tersebut tidak terbatas pada kerusakan yang ditimbulkan atau harga satelit semata, papar Ridha, tetapi juga diperluas hingga potensi keuntungan yang dapat diperoleh selama masa hidup satelit.

 

“Jadi kenapa angkanya bisa setinggi itu?, ya karena mengoperasikannya (memindahkannya) itu yang penuh resiko,” pungkas Ridha.

 

Tidak Berlaku Kedaulatan Negara di Antariksa

Jika di ruang udara masih berlaku soal yurisdiksi, jelas Ridha, maka lain halnya dengan ruang angkasa yang tidak memiliki yurisdiksi. Hal ini disebabkan ranah kedaulatan negara hanya mencapai batas ruang udara, sedangkan ruang angkasa terletak diatas ruang udara dimana tidak dikenal kedaulatan ruang angkasa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait