Asiapac 2 Kali Lolos PKPU dalam Kasus Sama, Pemohon Akan PKPU Lagi?
Berita

Asiapac 2 Kali Lolos PKPU dalam Kasus Sama, Pemohon Akan PKPU Lagi?

Tak ada istilah ne bis in idem dalam permohonan PKPU.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Memang biasa terjadi ‘sudah PKPU di PKPU-kan lagi’, lantaran tak ada istilah ne bis in idem dalam permohonan PKPU. Sebut saja Nindya Karya (Persero) yang pernah dimohonkan PKPU oleh PT Uzin UTS Indonesia (UUI) hingga 3 kali di tahun 2013.   

 

Kali ini, hal serupa terjadi dalam kasus dengan register perkara 189/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Jkt.Pst yang sebelumnya juga telah dilakukan upaya PKPU oleh pemilik salah satu unit condominiumnya, Munandar Budianto terhadap PT Asiapac Pancamakmur Abadi melalui perkara dengan nomor register 166/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Jkt.Pst.

 

Awal mula perkara ini bergulir, kuasa hukum Asiapac dari Firma Hukum Tafrizal Gewang & Partners, R Sosuharon Nababan menjelaskan lantaran adanya keterlambatan atas pembayaran return of investment (ROI) dari Asiapac kepada Munandar.

 

Sekadar diketahui, untuk kondotel memang ada kewajiban pembayaran keuntungan per tahun kepada kreditur. Hanya saja perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) No. 75/ppjb/xii/2011 atas satuan kondotel di Swiss-belhotel yang ditandatangani pihaknya dengan kreditur berlaku selama 10 tahun, sementara perjanjian tersebut ditandatangani pada tahun 2011. Artinya, utang Asiapac berdasarkan PPJB baru dapat dikatakan jatuh tempo pada tahun 2021 mendatang.

 

Akibatnya, dalam perkara 166/Pdt.Sus-PKPU/2018 a quo, Pengadilan menolak permohonan PKPU Munandar karena ‘utangnya’ dianggap tak memenuhi unsur jatuh tempo.

 

Sedangkan dalam putusan perkara No. 189/Pdt.Sus-PKPU/2018 yang dibacakan Majelis Hakim PN Jakpus pada Selasa (15/1), juga menolak permohonan PKPU Munandar akibat utang yang disebutkan pemohon tidak dapat lagi dikategorikan terbukti sebagai utang yang dengan sederhana dapat dibuktikan, terlebih antara permohonan No. 166 dengan 189 begitu identik dan tak ada perubahan dalam permohonan tersebut.

 

“Majelis berpendapat bahwa permohonan PKPU tersebut harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya” kata Ketua Majelis Hakim PKPU saat membacakan Putusan No. 189/Pdt.Sus-PKPU/2018.

 

Sepakat dengan putusan Majelis Hakim, Sosuharon menganggap bahwa pembuktian sederhana yang merupakan salah satu syarat PKPU memang tak bisa dibuktikan dalam permohonan ini.

 

Alasannya, Sosuharon menyebut saat ini sedang berlangsung gugatan pembatalan atas Perjanjian pengikatan jual beli (75/ppjb/xii/2011) yang melandasi adanya utang-piutang ini di Pengadilan Negeri Denpasar dengan nomor perkara 756/Pdt.G/2018/PN.Dps. Munculnya gugatan itu, disebut Sosuharon karena ada pelanggaran terhadap syarat subjektif perjanjian.

 

“Logikanya seperti ini, utang itu munculnya kan dari perjanjian, nah kalau perjanjiannya sedang diuji, apakah utang sudah pasti ada? Kan belum tentu ada,” tukas Sosuharon saat disambangi hukumonline Selasa, (15/1).

 

(Baca Juga: Tergiur Tawaran RUPO Express Taxi, Dana Pensiun Cabut Permohonan PKPU)

 

Dihubungi terpisah, kuasa hukum Munandar dari Firma Hukum Andre Kolopaking & Partners, Andre Kolopaking menyebut tak mengetahui persis bagaimana pertimbangan hakim lantaran terkendala menghadiri persidangan. Hanya saja, ia sangat menyayangkan penolakan PKPU tersebut.

 

Menurutnya, unsur pembuktian sederhana yang harus dipenuhi berdasarkan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU) hanya mensyaratkan adanya 2 kreditur dan sedikit-dikitnya satu utang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dan semua itu dianggap Andre telah terpenuhi.

 

Perbedaannya, Andre menganggap jatuh tempo pembayaran ROI tersebut tak jatuh pada tahun 2021, karena ada ‘pasal khusus’ dalam PPJB yang mengatur bahwa jatuh tempo pembayaran ROI selambat-lambatnya adalah 3 bulan sejak bulan terakhir semester berjalan.

 

Rinciannya, dalam satu tahun ada 2 semester, periode semester 1 dimulai pada tanggal 1 Januari s/d 30 Juni, sedangkan periode semester 2 dimulai sejak 1 Juli s/d 31 Desember. Asiapac, kata Andre, mulai tersendat membayar ROI tersebut sejak semester 2 2016 sampai semester I 2018.

 

Jika terlambat bayar ROI pada semester 2 2016, kata Andre, harusnya jatuh temponya adalah Maret 2017. Lantaran terkendala akibat adanya gangguan cashflow, Asiapac disebut Andre bahkan telah mengirimkan surat tertanggal 13 April 2017 yang menyatakan bahwa ROI akan dibayarkan paling lambat 3 bulan dari dikirimnya surat tertanggal 13 April dimaksud.

 

“Harusnya, 3 bulan dari April kan Juni 2017 dia sudah memenuhi pembayaran ROI, tapi ini enggak memenuhi juga. Klien saya sempat menanyakan lewat email, bahkan sampai 2018 ROI-nya belum dibayarkan juga. Itu bukannya utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih?, itu sudah sederhana sekali pembuktiannya menurut saya,” tukas Andre.

 

Menanggapi soal gugatan yang sedang dilangsungkan di Pengadilan Denpasar, Andre menyebut seharusnya Permohonan PKPU dan gugatan berdasarkan Pasal 243 UU KPKPU dapat berjalan bersamaan. Berdasarkan pasal a quo, kata Andre, gugatan yang ada atau yang akan ada tak lantas menggugurkan PKPU, sebaliknya PKPU juga tak akan menggugurkan gugatan tersebut.

 

“Tapi kita tetap hormati putusan pengadilan. Lagipula karena dalam permohonan tak mengenal yang sifatnya ne bis in idem, jadi kita bisa ajukan lagi, gak masalah, selama belum dibayar itu utang,” tegas Andre.

 

Tags:

Berita Terkait