Aset Penjaminan SBSN Dan UU Kebendaan Negara
Oleh: Hendra Setiawan Boen *)

Aset Penjaminan SBSN Dan UU Kebendaan Negara

ORI maupun SBSN merupakan instrumen investasi yang cukup menggiurkan, namun tetap harus diperhatikan resikonya.

Bacaan 2 Menit

 

Resiko Gagal Bayar

Walaupun sulit dibayangkan, pemerintah akan menolak membayar kembali para pemegang SBSN, mengingat perbuatan ini pasti akan menurunkan kepercayaan publik kepada SUN, sebab salah satu yang membuat banyak investor tertarik membeli SUN maupun SBSN adalah kepastian pembayaran kembali oleh negara. Karena itulah walaupun SUN tidak memiliki underlying asset, namun hal ini tidak mengurangi kepercayaan publik untuk membelinya. Apalagi UU SBSN sudah mengatur bahwa dana untuk membayar pemegang SBSN akan disisihkan dalam APBN setiap tahunnya sampai berakhirnya kewajiban pembayaran.

 

Sekali lagi, sekecil apapun, resiko gagal bayar dan penolakan pemerintah untuk melakukan pembayaran tetap ada. Apalagi sudah ada perkara di mana pemerintah pasang badan dan menolak pembayaran kewajibannya berdasarkan perintah pengadilan (Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. 07/Pdt.G/PN.SBY tanggal 14 September 1999 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur No. 112/B/PDT/2000/ PT.SBY tanggal 6 Juni 2000 jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 3939 K/PDT/2001 tanggal 24 Januari 2003 jo. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 161 PK/ PDT/2004 tanggal 31 Januari 2007).

 

Apa yang akan terjadi jika suatu hari pemerintah memutuskan untuk mengurangi atau tidak memasukan dana pembayaran SBSN ke dalam APBN sebagaimana diamanatkan Undang-Undang? Misalnya karena keuangan negara sedang kesulitan likuiditas. Peristiwa ini mungkin saja terjadi, karena sekali lagi presedennya sudah ada, bahkan perintah konstitusi untuk menyisihkan 20% anggaran di APBN bagi pendidikan saja sempat terjadi tarik ulur sebelum dipenuhi. Dengan demikian bagaimana jaminannya pemerintah akan menuruti UU SBSN?

 

Kendati masyarakat awam menggunakan istilah aset penjamin ataupun underlying asset, namun menurut penulis tidak ada satu pasalpun dalam UU SBSN yang mencantumkan istilah Aset SBSN merupakan jaminan kebendaan bagi pembayaran utang negara. Apalagi konsepnya diambil dari jaminan fidusia dengan modifikasi dan tidak dapat dilakukan penyitaan terhadap aset tersebut.

 

Karena pemegang SUN dan SBSN sama-sama tidak memiliki kepastian memperoleh pembayaran selain jaminan dari pemerintah yang belum tentu dilaksanakan, apa yang dapat mereka lakukan? Hal ini penting untuk dipikirkan agar tidak ada investor SUN maupun SBSN yang mengakhiri hidupnya karena uang investasi mereka tidak kembali, sebagaimana dilakukan seorang nasabah korban reksa dana fiktif Bank Century minggu lalu.

 

Menggugat, sebagaimana telah dijelaskan di atas mungkin saja tidak ada gunanya, karena pemerintah dapat saja pasang badan untuk tidak membayar. Berharap pada itikad baik pemerintah? Rasanya demi kepastian hukum dan keadilan bagi investor, itikad baik saja belum cukup. Menjual kembali ataupun membuat perjanjian anjak piutang tagihan terhadap SBSN, jelas tidak menyelesaikan masalah, setidaknya dalam jangka panjang. Kalau begitu apa yang harus dilakukan para pihak?

 

Menurut penulis, pengaturan bahwa aset negara tidak dapat disita tidak boleh diberlakukan secara kaku. Benar, aset-aset negara yang bernilai vital bagi kelangsungan negara dan bernilai sejarah seperti Gelora Bung Karno memang tidak boleh disita dengan alasan apapun, namun selama aset itu hanya memiliki nilai ekonomis semata, rasanya tidak ada alasan lain mengapa aset negara yang demikian tidak boleh disita.

Tags: