ASEAN Charter Perlu Direvisi
Berita

ASEAN Charter Perlu Direvisi

Partisipasi masyarakat harus dibuka lebih lebar.

KAR
Bacaan 2 Menit
ASEAN Charter Perlu Direvisi
Hukumonline

Dalam ASEAN Summit ke-13 pada November 2007, sebuah konstitusi bagi organisasi Association of Sotheast Asian Nations, disepakati. Dalam Piagam ASEAN, dimuat kesepakatan untuk menjadikan wilayah Asia Tenggara sebagai sebuah kerja sama regional yang tersentral.

Selain itu, prinsip yang tercantum dalam Piagam ASEAN adalah integrasi kedaulatan teritorial, non-interference dan identitas nasional negara-negara anggota.

Prinsip non-interference adalah sebuah prinsip yang melarang tiap negara anggota untuk mencampuri urusan dalam negeri negara anggota lainnya. Dengan demikian, bagi negara anggota ASEAN, adalah tabu untuk memprotes atau mengkritik kebijakan dalam negeri negara tetangganya sesama anggota ASEAN.

Eva Kusuma Sundari, Presiden Parlemen ASEAN Untuk Hak Asasi Manusia, melihat prinsip tersebut telah menjadi tidak relevan. Ia mencontohkan, apa yang terjadi terhadap para pengungsi Rohingya di Myanmar tak bisa begitu saja diabaikan oleh negara sesama ASEAN lain. Begitu pula pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negara ASEAN lain, membutuhkan perhatian dari negara-negara anggota.

“Kita jangan hanya terjebak dalam propaganda yang disebut dengan nilai-nilai ASEAN. Kita selama ini hanya terjebak dalam sesuatu yang tidak bersifat operasional,” jelasnya, Selasa (12/11).

Menurut Eva, tak ada salahnya untuk meriview dan mengevaluasi Piagam ASEAN. Ia melihat, Piagam ASEAN membutuhkan perbaikan sehingga negara-negara anggota bisa mencapai standar universal dalam mempromosikan, memenuhi, maupun melindungi hak asasi warganya.

“Kalau ASEAN Charter direvisi, maka negara-negara anggota bisa melangkah dalam jalur yang sama,” jelas perempuan yang juga Anggota Komisi III DPR RI ini.

Menurut Eva, Piagam ASEAN tidak memiliki mekanisme pelaksanaan. Oleh karenanya, ia menilai, tak ada panduan untuk menegakan kesepakatan itu diantara negara-negara anggota. Bahkan, ia melihat, Piagam ASEAN tidak bisa memfasilitasi negara anggota untuk merespon isu hak asasi manusia secara ideal sesuai standar universal.

Penasehat Senior Bidang ASEAN dan HAM Human Rights Working Group, Yuyun Wahyuningrum, berpendapat bahwa untuk mewujudkan regionalisme, ada prasyarat yang wajib dipenuhi. Ia menjelaskan, regionalisme di ASEAN baru bisa terwujud jika negara-negara anggota mampu melaksanakan demokrasi, supremasi hukum, dan menegakan keadilan.

“Sebenarnya lembaga-lembaga swadaya masyarakat merasa kecewa dengan cetak biru yang dibuat ASEAN menuju 2015. Makanya, perlu ada revisi cetak biru yang bisa membuat pendekatan yang lebih baik,” katanya.

Yuyun menjelaskan, pendekatan yang ia maksud adalah adanya kesempatan yang sama bagi masyarakat di negara-negara anggota untuk berkontribusi. Ia menegaskan, partisipasi masyarakat harus dibuka lebih lebar.

ASEAN Deputy Secretary-General for Community and Corporate Affairs, AKP Mochtan, mengatakan untuk mewujudkan ASEAN yang ideal memang harus ada peningkatan kualitas demokrasi, perdamaian, dan penegakan keadilan di wilayah tiap negara anggota. Sayangnya, Mochan mendapati, masih ada beberapa kendala dalam mencapai semua itu.

Mochtan menjabarkan, efektivitas implementasi dan koordinasi antar negara ASEAN masih belum optimal. Selain itu, menurutnya perlu ada peningkatan pemahaman pemangku kepentingan untuk mendukung kesuksesan ASEAN. Mochan juga melihat perlu ada penguatan institusi Sekretariat Jenderal.

“Meskipun demikian, kita tetap harus fokus untuk mencapai target. Program harus terus dilanjutkan,” pungkasnya. 

Tags:

Berita Terkait