Asas Keadilan dalam PHK Massal secara Virtual
Kolom

Asas Keadilan dalam PHK Massal secara Virtual

PHK secara virtual bukan menjadi suatu mekanisme PHK yang praktis, tetapi harus dijadikan sebagai suatu mekanisme alternatif dalam suatu kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan secara tatap muka.

Bacaan 5 Menit

Namun demikian bilamana pemberitahuan melalui zoom, hanya sebagai suatu proses awal dari pengumuman yang kemudian dilanjutkan dengan proses pemberitahuan tertulis, maka hal demikian tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Terlebih bilamana zoom meeting yang dilakukan melalui proses LKS Bipartit yang terbentuk dalam Perusahaan, serta dalam masa pandemi Covid-19, sehingga tidak memungkinkan diadakan pertemuan dengan tatap muka.

Makna keadilan bila merujuk pada teori Hans Kelsen, maka adil bilamana suatu aturan diterapkan pada semua kasus, hal mana menurut isinya memang aturan tersebut harus diaplikasikan. Tidak adil jika suatu aturan diterapkan pada satu kasus, tetapi tidak pada kasus lain yang sama. Keadilan menurut Hans Kelsen adalah legalitas, sehingga tolok ukur hukum yang adil adalah sah menurut hukum.

Oleh karenanya, Pemerintah pada gilirannya, baik sebagai pembuat kebijakan berupa peraturan perundang-undangan maupun bagian dari stakeholder dalam hubungan industrial, wajib mengikuti perkembangan hukum yang demikian, yakni perkembangan hukum yang beralih ke dunia teknologi digital. Hal ini tentunya untuk memastikan suatu penerapan yang sama dalam suatu perusahaan terkait PHK dan sebagai suatu referensi yang dijadikan acuan oleh siapa saja yang memegang jabatan atau pada posisi berwenang untuk melakukan PHK tersebut.

Selain hal-hal tersebut di atas, tentunya perlu dijabarkan terlebih lanjut ketentuan mengenai PHK melalui teknologi digital dalam kaidah otonom di Perusahaan tersebut, baik dari sisi Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama. Sehingga asas keadilan yang melandasi pada penerapan yang sama pada setiap kasus yang sama pun dapat dilaksanakan dalam koridor hukum yang sudah disepakati.

Selain hal tersebut, juga merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi para karyawan pada saat mereka terkena PHK. Pada gilirannya kaidah otonom inilah yang nantinya akan menjadi kepastian hukum, baik bagi karyawan maupun pengusaha untuk menjalankan segala hak dan kewajibannya.

PHK secara virtual bukan menjadi suatu mekanisme PHK yang praktis, tetapi harus dijadikan sebagai suatu mekanisme alternatif dalam suatu kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan secara tatap muka, serta tetap harus memperhatikan hak-hak dari pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

*)Erri Tjakradirana, S.H., adalah seorang advokat di Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait